Rabu 13 Sep 2023 18:53 WIB

Hal Memberatkan Lukas Enembe dalam Tuntutan Menurut JPU KPK

JPU KPK menuntut Enembe dengan dipidana penjara selama 10 tahun dan enam bulan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan terhadap terdakwa Lukas Enembe saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (13/9/2023). Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut mantan Gubernur Papua itu dengan hukuman 10 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 miliar dalam proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Selain itu jaksa penuntut umum menjatuhkan pidana tambahan pada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp47,8 miliar.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan terhadap terdakwa Lukas Enembe saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (13/9/2023). Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut mantan Gubernur Papua itu dengan hukuman 10 tahun dan enam bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 miliar dalam proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Selain itu jaksa penuntut umum menjatuhkan pidana tambahan pada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp47,8 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut mantan gubernur Papua Lukas Enembe dengan hukuman penjara, denda, dan sanksi politik. Salah satu pertimbangan yang memberatkan Enembe menurut JPU KPK yakni, mantan politikus Partai Demokrat itu tak sopan sepanjang persidangan.

"Hal memberatkan: perbuatan terdakwa Lukas Enembe tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, terdakwa bersikap tidak sopan selama persidangan," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (13/9/2023).

Baca Juga

JPU KPK mencantumkan ketidaksopanan Enembe sepanjang persidangan. JPU KPK pernah terlibat cekcok dengan Enembe ketika persidangan.

Lukas bahkan sempat mengamuk, mengeluarkan umpatan dan kata-kata kotor di persidangan saat dicecar JPU KPK. Lukas pun pernah melempar mikrofon di ke arah meja majelis hakim.

Walau demikian, JPU KPK tetap menyebutkan dua faktor yang seyogyanya dapat dijadikan alasan majelis hakim untuk meringankan hukuman Enembe. "Hal meringankan: terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," ujar Wawan.

Selain itu, JPU KPK menuntut agar hakim menetapkan lamanya penahanan Enembe dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan. "Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan," ucap Wawan.

Diketahui, JPU KPK menuntut Enembe dengan dipidana penjara selama 10 tahun dan enam bulan serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan. Enembe dituntut pula dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 47.833.485.350.

Kemudian, Enembe dituntut agar dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani pidana. Tuntutan ini didasari keyakinan JPU KPK bahwa Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Enembe dituntut melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya, Lukas Enembe didakwa JPU KPK menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp 46,8 miliar. JPU KPK menyampaikan suap dan gratifikasi tersebut diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.

Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp 10,4 miliar dari pemilik PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Selanjutnya, Lukas turut menerima Rp 35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo Rijatono Lakka. Selain itu, Lukas didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan lewat Imelda Sun. Enembe telah membantah menerima suap dan gratifikasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement