REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan rupiah berpotensi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke arah Rp 15.380-Rp15.400 per dolar AS dengan potensi support sekitar Rp 15.300 per dolar AS.
“Pekan ini, pasar menantikan event penting pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) di Kamis (21/9/2023) dinihari, di mana pasar sudah berekspektasi bahwa suku bunga acuan tidak berubah,” ujar dia ketika dihubungi Antara di Jakarta, Senin (18/9/2023).
Di sisi lain, pasar melihat potensi bahwa bank sentral AS masih tetap mendukung suku bunga tinggi ke depan karena data-data ekonomi AS yang membaik, terutama inflasi yang belum turun ke target dua persen. Potensi ini dinilai bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya menjelang pengumuman kebijakan moneter AS.
“Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS (juga) terlihat naik pagi ini. Untuk tenor 2 tahun naik sekitar 5 persen, tenor 10 tahun 1,8 persen, dan 30 tahun 1,0 persen. Kenaikan ini bisa jadi reaksi terhadap dukungan The Fed untuk suku bunga tinggi,” ucap Ariston.
Adapun faktor lain yang bisa memperlemah rupiah ialah kondisi harga minyak mentah yang terus naik ke atas 90 dolar AS per barel karena Indonesia adalah net importir minyak mentah.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi melemah 0,13 persen atau 20 poin menjadi Rp 15.376 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.356 per dolar AS.