REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) mengaku pesimistis keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen pada Pemilu 2024 bakal terwujud. Menurut dia, hal ini akibat perubahan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pencalonan legislatif.
"Secara subjektif saya menilai kondisi menjelang pesta demokrasi tahun depan, perjuangan mewujudkan keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen menjadi agak sulit, karena ada perubahan peraturan KPU di tengah proses pencalonan legislatif yang sudah berjalan," kata Ririe dalam keterangan, Rabu (20/9/2023).
Ririe menambahkan, demokrasi merupakan sebuah sistem politik yang memberikan penghormatan pada kemanusiaan dan kesetaraan. Sehingga, berdemokrasi sesungguhnya merupakan salah satu kanal perwujudan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini mengatakan, pesta demokrasi bisa menjadi pelajaran penting bagi masyarakat bahwa lawan politik dalam berkompetisi, bukan berarti musuh politik. "Pemahaman ini harus menjadi perhatian kita bersama," ujar Rerie.
Apalagi, ujar legislator dari Dapil II Jawa Tengah ini, demokrasi adalah sebuah proses yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Tujuannya untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustofa menilai, Pemilu 2024 merupakan momentum untuk menjawab berbagai persoalan demokrasi. Menurutnya, bila ingin melihat apakah demokrasi sehat dan berjalan dengan baik, bisa dilihat dari seberapa besar negara terlibat dalam setiap tahapan proses pemilu. Saan berharap, Pemilu 2024 dapat melahirkan pemimpin yang memiliki komitmen menjaga demokrasi yang sehat dan tumbuh berkualitas.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 akan mirip dengan Pemilu 2019. Sebab, aturan yang mendasarinya masih UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Menurut Titi, kerangka hukum dan aturan pemilu harus demokratis.
Selain itu, penyelenggara pemilu harus profesional dan berintegritas. Selanjutnya, peserta pemilu harus mampu berkompetisi secara kompetitif, birokrasi harus profesional dan netral, penegakan hukum harus adil, efektif, transparan dan akuntabel, serta pemilih yang berdaya dan terinformasi dengan baik. Selain itu, Titi mengungkapkan, penyelenggaraan pemilu harus dipersiapkan secara matang agar tidak terjadi kendala dalam pelaksanaannya.