Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang diketuai oleh Grand Syekh Al-Azhar, Profesor Ahmed Al-Tayeb akan mengadakan konferensi untuk membahas peran agama dalam menghadapi dampak negatif perubahan iklim. Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi yang akan berlangsung pada 4 Oktober 2023.
Konferensi ini akan dihadiri 150 peserta yang merepresentasikan berbagai agama di Asia Tenggara, cendekiawan, akademisi, dan generasi muda yang peduli terhadap isu perubahan iklim. Konferensi ini mengambil tema besar "Ikhtiar Menghidupkan Kembali Nilai-Nilai Agama dan Budaya Lokal dalam Menyikapi Perubahan Iklim, Pelestarian lingkungan, dan Pembangunan Berkelanjutan."
Sekretaris Jenderal MHM, Konselor Mohamed Abdelsalam menyatakan bahwa konferensi ini diadakan dalam rangkaian konferensi serupa yang juga akan diselenggarakan oleh MHM di Abu Dhabi. Tujuannya, mendiskusikan kontribusi pemikiran tokoh dan pemuka berbagai agama sekaligus menemukan solusi untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Selain itu, konferensi ini juga dimaksudkan untuk membangun dan meningkatkan kesadaran tentang risikonya.
"Konferensi Asia Tenggara ini diadakan sebagai persiapan untuk Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin dan Pemuka Agama Sedunia yang akan diadakan di Abu Dhabi pada tanggal 6 dan 7 November 2023,” kata Konselor Abdelsalam melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Jumat (29/9/2023).
Abdelsalam menambahkan bahwa Konferensi Agama dan Perubahan Iklim Asia Tenggara ini juga merupakan persiapan menuju Conference of the Parties 28 (COP28) yang akan diselenggarakan di Uni Emirat Arab (UEA) pada akhir tahun ini.
"Pada COP28 nanti, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah penyelenggaraan COP, akan ada Paviliun Agama yang diprakarsai oleh MHM,” ujar Abdelsalam.
Abdelsalam mengatakan, Paviliun Agama akan menjadi platform global dialog antaragama dalam menghadapi isu perubahan iklim.
Anggota Majelis Hukama Muslimin asal Indonesia Profesor Quraish Shihab mengatakan bahwa dunia saat ini menghadapi ancaman perubahan iklim akibat kerusakan alam dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim sudah nyata dan terasa akibat kekeringan, pemanasan global, mencairnya salju di Antartika, dan naiknya permukaan air laut.
"Kita semua, individu, kelompok, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, harus bekerja sama untuk meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan dan mencegah penyebaran polusi," ujar Profesor Quraish Shihab.
Profesor Quraish Shihab menambahkan bahwa langkah penanggulangan tersebut harus dilakukan dalam skala seluas-luasnya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah dampak perubahan iklim kini tidak lagi terbatas hanya pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dibutuhkan peran yang mendesak dari para tokoh agama untuk meningkatkan kesadaran akan masalah kemanusiaan ini.
Anggota Komite Eksekutif Majelis Hukama Muslimin TGB M Zainul Majdi menjelaskan, konferensi yang akan dihadiri oleh banyak tokoh pemerintahan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja, itu akan membahas sejumlah topik penting.
Di antara isu-isu penting yang menjadi perhatian konferensi ini adalah Negara dan Tantangan Perubahan Iklim: Visi, Strategi, Aksi. Menuju Teologi Hijau (Green Theology): Bagaimana Keyakinan Agama Membangun Kesadaran Pelestarian Lingkungan. Peran Institusi dan Tokoh Agama dalam Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim. Urgensi Kebijakan Pembangunan Bidang Keagamaan dalam Mengatasi Krisis Lingkungan dan Perubahan Iklim. Agama, Sains, dan Perubahan Iklim: Perspektif dan Pengalaman. Bersama Selamatkan Bumi: Mempertemukan Nurani, Tanggung Jawab, dan Kolaborasi Negara-Negara Dunia dalam Mengatasi Krisis Lingkungan dan Perubahan Iklim.
"Konferensi ini direncanakan akan mengeluarkan sejumlah rekomendasi strategis dan efektif untuk meningkatkan upaya mencegah dampak negatif isu perubahan iklim, berdasarkan praktik baik yang telah berjalan di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara," ujar TGB Zainul Majdi.
Rekomendasi tersebut akan disampaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi Pemuka dan Tokoh Agama Sedunia yang diselenggarakan oleh Majelis Hukama Muslimin di Abu Dhabi pada November mendatang, dan juga akan disampaikan juga kepada Sekretariat Jenderal Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN), Sekretariat Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, Sekretariat PBB, serta Forum Konferensi Asia-Dunia tentang Perubahan Iklim.
Majelis Hukama Muslimin adalah sebuah badan internasional yang bersifat independen dan dipimpin oleh Grand Syeikh Al-Azhar Profesor Ahmed Al-Tayeb. MHM didirikan di Abu Dhabi pada tahun 2014. MHM didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan hidup berdampingan secara damai dalam komunitas Muslim dan non-Muslim.
MHM beranggotakan sejumlah ulama, cendekiawan, dan tokoh bangsa yang dikenal memiliki sifat bijak, moderat, dan yang dikenal mempromosikan nilai-nilai toleransi, koeksistensi, dan sikap saling menghormati antarsesama umat manusia. Selain itu, MHM juga memberikan perhatian besar terhadap isu-isu terkait perubahan iklim dan lingkungan hidup sebagai salah satu tantangan paling serius yang mengancam umat manusia.