Senin 02 Oct 2023 13:57 WIB

Megawati Sentil Keluarga Jokowi di Rakernas PDIP

Dalam tradisi politik Jawa bisa jadi sentilan ini menjadi manifestasi kemarahan.

Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, Ph.D.
Foto: Dok Parmad
Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, Ph.D.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai, pernyataan Megawati di Rakernas PDIP soal 'tiba-tiba jadi ketua umum' merupakan sentilan karambol. Artinya, menghantam dua pihak sekaligus.

"Pernyataan Megawati itu tampaknya memang dialamatkan kepada keluarga Jokowi," kata Umam kepada Republika, Senin (2/10).

 

photo
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri hadir dalam penutupan Rakenrnas IV PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Ahad (1/10/2023). (Republika/Prayogi)

 Dia melihat, kalimat Megawati itu besar kemungkinan ditujukan ke manuver politik Kaesang di PSI yang tidak sesuai model kaderisasi ala PDIP. Bagi Mega, PSI dan Kaesang telah merepresentasikan pola kaderisasi karbitan.

Bahkan, tidak mencerminkan nilai-nilai perjuangan, loyalitas dan sikap  kegigihan yang ditanamkan PDIP. Terlepas kalimat ini menegaskan Megawati ternyata memiliki perhatian besar atas manuver politik Kaesang di PSI.

Umam menerangkan, dalam tradisi politik Jawa bisa jadi sentilan Megawati ini menjadi manifestasi kemarahan dan kekecewaan selama ini. Yang mana, disampaikan Megawati dengan ekspresi sentilan yang sudah diperhalus.

"Terhadap Kaesang dan keluarga Jokowi yang mengabaikan AD/ART PDIP dan lebih memilih PSI," ujar Umam.

Selain itu, kalimat Megawati itu bisa jadi dialamatkan kepada Jokowi. Sebab, beberapa hari lalu namanya diusulkan oleh Guntur Soekarnoputra sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan selanjutnya menggantikan Megawati.

Jika benar, maka kalimat Megawati ini bisa dimaknai sebagai penolakan terhadap usulan Guntur. Sebab, sejak awal Mega mewanti-wanti kadernya, termasuk Ganjar, untuk tidak ikut campur suksesi kepemimpinan PDIP.

"Hal itu konon termaktub dalam dokumen perjanjian yang ditandatangani Ganjar saat menerima mandat sebagai Capres dari PDIP," kata Umam.

Direktur Eksekutif Indostrategic merasa, usulan Guntur dipandang agak bias kepentingan dan subyektivitas politik pribadinya. Sebab, usulan tersebut terkesan ingin membersihkan PDIP dari trah keluarga Megawati.

Sehingga, wajar jika Guntur jadi keluarga Soekarno yang berani menolak mentah-mentah rencana pencapresan dan pencawapresan Puan Maharani. Dalam konteks kepemimpinan, Mega menekankan, pentingnya kaderisasi berjenjang.

"Sehingga, dalam berbagai kesempatan Megawati dan PDIP menyebut Jokowi sebagai petugas partai. Jika Jokowi justru terpancing mengikuti masukan Guntur, maka dia bisa dituduh dikasih hati malah minta jantung," ujar Umam.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement