Jumat 06 Oct 2023 17:56 WIB

Pengamat Bulu Tangkis Minta PBSI Instrospeksi Hasil Zonk di Asian Games 2022

Pelatih di Pelatnas Cipayung didominasi satu klub tertentu milik salah satu pengurus.

Rep: Fitriyanto/ Red: Israr Itah
Pebulu tangkis tunggal putri Indonesia Gregoria Mariska Tunjung saat berlaga di Asian Games.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pebulu tangkis tunggal putri Indonesia Gregoria Mariska Tunjung saat berlaga di Asian Games.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah kelam ditorehkan bulu tangkis Indonesia di pentas Asian Games 2022. Tak satu pun medali berhasil dibawa pulang para pebulu tangkis Indonesia. Bahkan untuk mendapatkan perunggu Indonesia gagal.

Ini menjadi capaian terburuk bulu tangkis Indonesia di Asian Games. Sebelumnya pada Asian Games 1986, Indonesia gagal meraih emas dan perak. Namun saat itu Indonesia masih bisa membawa pulang empat medali perunggu.

Baca Juga

Pengamat bulu tangkis Daryadi ketika dihubungi Republika.co.id mengatakan, dengan hasil terburuk sepanjang sejarah ini PP PBSI harus melakukan instrospeksi menyeluruh.

"Hasil ini memang yang terburuk, karena tanpa medali sama sekali. PBSI harus segera melakukan introspeksi menyeluruh.Sudah jadi rahasia umum kalau hubungan PBSI dengan sejumlah klub besar tidak harmonis. Ini harus segera dibenahi," kata Daryadi, Jumat (6/10/2023).

Ia menekankan, kalau perlu pihak ketiga seperti Kemenpora, KONI Pusat, dan KOI menjadi penengah. Sebab dalam 10 bulan ke depan, akan ada perhelatan Olimpiade.

"Bulu tangkis harus bisa bangkit di Plimpiade nanti. Namun harus ada langkah nyata, bukan sekadar target tanpa hasil. Kalau dibiarkan begini, hasilnya sepertinya akan sama saja," kata pria yang wajahnya kerap mewarnai siaran bulu tangkis di layar kaca.

"Kalau kepengurusan PP PBSI saat ini memang tidak lagi mampu mengemban tanggung jawab tersebut, silakan berikan kesempatan kepada yang lain untuk mengambil tanggung jawab itu," tegasnya.

Selain hubungan PBSI dengan klub, Daryadi juga menyoroti pelatih di Pelatnas yang didominasi klub tertentu dan juga banyaknya pelatih terbaik Indonesia yang pindah melatih ke luar negeri.

"Saat ini, di Pelatnas banyak pelatih dari satu klub tertentu milik dari ketua hariannya. Jumlahnya mencapai 2/3. Ini tentu membuat pemain menjadi kurang nyaman," katanya.

perkara kenyamanan pula, menurut Daryadi, yang membuat banyak pelatih kita pindah ke luar negeri. Mulai dari suasana kerja, kontrak, dan gaji yang tak sesuai ekpektasi membuat para pelatih itu akhirnya memilih melatih di luar negeri. 

"Bisa jadi ini strategi negara lain menggembosi prestasi bulu tangkis kita dengan membajak pelatih terbaik kita," ungkapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement