Oleh: Israr Itah, jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Pertama, selamat kepada Bapak Fadil Imran yang terpilih sebagai Ketua Umum PB PBSI periode 2024-2028. Fadil terpilih dalam Munas XXIV PBSI 9-10 Agustus 2024 di Surabaya.
Tugas Fadil amat berat. Kapolda Metro Jaya periode 16 November 2020-27 Maret 2023 ini harus mengembalikan kejayaan bulu tangkis Indonesia setelah belakangan kesulitan bersaing di turnamen papan atas BWF, gagal meraih medali di Asian Games 2023, dan hanya mendapatkan satu perunggu di Olimpiade Paris 2024.
Saya tak mengenal dekat Fadil dan hanya dua kali bertemu dengannya dalam kapasitas sebagai jurnalis. Pertemuan pertama terjadi di Ancol pada pertengahan Februari lalu saat beliau menjadi narasumber acara seminar SIWO PWI Pusat yang bertajuk 'Menjaga Tradisi Emas Olimpiade'. Fadil saat itu berstatus Sekjen PBSI dan Ketua Tim Adhoc Olimpiade Paris 2024.
Sementara pertemuan kedua ketika Fadil menghadiri acara yang digelar oleh Chef de Mission Olimpiade Paris Anindya Bakrie di Gedung The Convergence Indonesia, Kuningan, Jakarta Selatan, sebulan berselang. Tokoh asal Gowa, Sulawesi Selatan ini menjadi imam shalat maghrib di Masjid Al-Azka yang terletak di lantai basement gedung tersebut.
Dalam tugas jurnalistik, saya lebih mengingat pertemuan pertama saat beliau menjadi narasumber seminar. Kala itu, materi yang dipaparkan Fadil amat menarik dan berbasis data. Fadil mengatakan PB PBSI akan memaksimalkan peran teknologi melalui sport science di samping manajemen olahraga yang baik. Jenderal bintang tiga ini mengatakan, PBSI sangat serius menerapkan program ini sampai melakukan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk mengembangkan sport science.
Bahkan, Fadil menyebut PBSI tak sekadar fokus di bagian itu saja. PBSI juga menerapkan psikologi olahraga, fisioterapi, serta sangat memperhatikan kondisi nutrisi dan medis para atletnya.
Kritikan An Se-young
Kurang dari enam bulan setelah pemaparan Fadil, kita harus menerima kenyataan pahit. Empat wakil bulu tangkis Indonesia terhenti di penyisihan grup dan satu angkat koper di perempat final. Hanya tersisa Gregoria Mariska Tunjung yang akhirnya meraih satu perunggu dari tunggal putri.
Menuding PBSI tak bekerja serius adalah gegabah. Tapi menafikan fakta kalau induk organisasi bulu tangkis Indonesia gagal juga keliru. Ada kenyataan yang harus diterima bahwa dalam kerja tim yang kompleks meliputi atlet, pelatih, pelatih fisik, ahli nutrisi, tim dokter, psikolog, pejabat PBSI, dan lainnya, ada elemen yang berjalan/bekerja tak maksimal atau kurang tepat guna. Sekali lagi, mungkin bukan tak bersungguh-sungguh bekerja, tapi yang dilakukan tidak tepat sasaran.
Mengingat-ingat kembali pemaparan Fadil, semestinya capaian Indonesia tak seburuk ini andaikan semua yang disampaikan dalam seminar tersebut dieksekusi dengan tepat guna. Saya bukan sosok yang kompeten menilai pekerjaan. Namun, kasus An Se-young yang tengah hangat di jagat bulu tangkis rasa-rasanya pas dijadikan rujukan untuk Fadil dan timnya di kepengurusan PBSI nanti.
Beberapa hari ini, dunia bulu tangkis dihebohkan oleh kritikan peraih medali emas Olimpiade Paris pada nomor tunggal putri, An Se-young, terhadap Asosiasi Bulu Tangkis Korea Selatan (BKA). Ia mengungkap semua "kekeliruan" yang dia rasakan dari manajemen pelatnas bulu tangkis di bawah kendali BKA, Cipayung-nya Korsel. Ketidakpuasannya terhadap BKA, kata dia, menjadi lecutan penyemangatnya untuk meraih emas agar suaranya bisa didengar banyak pihak demi perubahan terhadap bulu tangkis Korsel.
An menderita...