Selasa 10 Oct 2023 07:00 WIB

Tahun Pemilu, Gas atau Rem Investasi Nih?

Ketahui dulu kondisi pasar serta kelas aset yang berpotensi cuan.

Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung mengamati data saham melalui aplikasi IDX Mobile di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia bersiap menyambut pesta demokrasi 2024, dengan Pemilu (Legistatif dan Presiden) pada 14 Februari 2024, serta Pilkada serentak pada 27 November 2024. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, ketidakpastian politik terkait Pemilu kerap menimbulkan kekhawatiran sebagian investor di pasar modal. 

Padahal, berdasarkan data historis, kinerja pasar saham dan obligasi di tahun pemilu lebih dipengaruhi oleh faktor makroekonomi global dan domestik dibandingkan faktor politik. Lantas, seperti apa strategi investasi yang baik jelang tahun politik?

Baca Juga

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan menjelaskan, guna menyusun strategi investasi, sebaiknya ketahui dulu kondisi pasar di luar dan dalam negeri serta kelas aset yang berpotensi memberikan kinerja positif. Kemudian, susun portofolio. Sesuaikan komposisi aset di dalam portofolio dengan tujuan keuangan, jangka waktu, dan profil risiko kita.

Pasar Asia, kata Katarina, masih menawarkan iklim investasi yang lebih ideal bagi para investor. "Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang membaik, angka inflasi yang mulai melandai, dan suku bunga di kawasan ini juga diperkirakan sudah berada di puncaknya," kata dia.

Ini sangat bertolak belakang dengan kondisi di negara belahan dunia barat yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan serta inflasi yang tinggi. Pemulihan ekonomi China yang tidak terlalu positif membawa potensi keuntungan tersendiri bagi negara-negara lain di kawasan Asia untuk mendapatkan aliran dana investor asing yang mencari peluang di luar China.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 21 September 2023 telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen. Keputusan BI telah memperhitungkan potensi kenaikan suku bunga The Fed satu kali lagi hingga akhir 2023.

Faktor lainnya dari domestik adalah perekonomian Indonesia yang dipandang masih tetap bagus. Hal ini didukung oleh angka inflasi bulan Agustus 2023 yang tetap terjaga di kisaran sasaran 3,0 plus minus satu persen dan relatif stabilnya nilai tukar Rupiah (yang menjadi salah satu penopang utama sentimen terhadap aset investasi Indonesia, baik untuk portofolio investasi maupun penanaman modal). "Dibandingkan mata uang negara lain yang hampir seluruhnya melemah terhadap dolar AS, pelemahan rupiah masih lebih terjaga," ungkap Katarina.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pertumbuhan positif pada tiga pemilu terakhir. Pada tahun 2009, 2014, dan 2019, IHSG tercatat tumbuh sebesar 87,0 persen, 22,3 persen, dan 1,7 persen secara berurutan, menunjukkan bahwa IHSG naik atau positif di tahun pesta demokrasi. Secara historis pula, investasi riil tetap berjalan walau mengalami sedikit penurunan pertumbuhan di tahun-tahun pemilu yang mengindikasikan kecenderungan para pelaku bisnis untuk menunda investasi di tahun politik.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement