REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat tak mempersoalkan tanda tangan Ketua KPK Firli Bahuri dalam surat perintah penangkapan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sebab, lembaga antirasuah ini menyebut, penangkapan SYL dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menanggapi pernyataan eks penyidik KPK Novel Baswedan yang menyoroti tindakan Firli menandatangani surat penangkapan dengan atribusi pimpinan dan penyidik. Menurut Novel, berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2019 tentang KPK, pimpinan lembaga antikorupsi bukan penyidik.
“Tidak usah dipersoalkan urusan teknis. Itu soal beda tafsir undang-undang saja. Semua adminsitrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK,” kata Ali kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).
Ali mengatakan, pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Sehingga secara ex officio harus diartikan juga bahwa pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum.
"Itu artinya, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain. Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," jelas Ali.
Ali menegaskan, KPK menangkap SYL sesuai dengan aturan yang berlaku. "Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL tentu ada dasar hukumnya," ujar dia.
"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapapun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan. Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," kata Ali menjelaskan.
Pandangan Novel