Sabtu 14 Oct 2023 14:37 WIB

Kekerasan Pada Anak di Yogyakarta Meningkat, Tahun Ini Capai 66 Kasus

Sebagian besar kasus kekerasan pada anak terjadi di lingkungan tempat tinggal.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak
Foto: pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Yogyakarta, Udiyati Ardiani mengatakan bahwa kekerasan pada anak meningkat di 2023 ini. Hingga September 2023, pihaknya sudah mendapat laporan 66 kasus kekerasan pada anak.

Jumlah ini meningkat dibanding 2022 yang tercatat sebanyak 55 kasus. Untuk itu, Udiyati menekankan perlunya memperkuat peran sekolah dan orang tua guna mengatasi dan mencegah kekerasan pada anak ini.

Pasalnya, sebagian besar kasus kekerasan pada anak terjadi di lingkungan tempat tinggal. Meski begitu, peran sekolah juga dinilai penting sebagai upaya pencegahan dini terhadap potensi-potensi kekerasan yang bisa terjadi pada anak.

"Kebanyakan kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di lingkungan tempat tinggal. Tapi kami lakukan upaya pencegahan ini selain di wilayah juga melalui sekolah supaya integrasinya semakin baik, dan memperkuat peran orang tua juga pihak sekolah dalam melindungi dan memenuhi hak anak," kata Udiyati, Jumat (13/10/2023).

Meski ada peningkatan kasus yang tercatat di 2023 ini, dapat diartikan bahwa semakin banyak masyarakat yang melapor. Hal ini juga mengartikan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak di Yogyakarta semakin baik.

"Kalau secara angka jumlah kasus yang tercatat, dilaporkan, dan ditangani langsung oleh UPT PPA Kota Yogya di 2023 memang bertambah. Tapi ini dapat diartikan juga makin banyak masyarakat yang peduli untuk melapor, sadar, dan paham jika mengalami kekerasan atau mengetahui ada tindak kekerasan harus melakukan apa," ungkapnya.

Disampaikan Udiyati, jenis kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Kota Yogyakarta sejauh ini yang terbanyak adalah kekerasan psikis dan fisik. Tempat kejadiannya didominasi di rumah atau tempat tinggal lingkungan terdekat anak.

Ketidaktahuan dan pemahaman anak berkaitan edukasi seks, termasuk kurangnya peran orang tua di rumah, menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan pada anak. Sebagai upaya pencegahan dan penguatan, UPT PPA bersama Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga secara berkelanjutan turut memberikan edukasi seks kepada anak-anak.

"Edukasi ini mengenai bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain, apa yang harus dilakukan ketika mereka mendapat perlakuan yang tidak baik melalui materi pembelajaran interaktif," jelas Udiyati.

Udiyati juga menekankan peran orang tua sangat penting mengingat waktu yang dihabiskan anak lebih banyak di rumah dibandingkan di sekolah. Pihaknya mengimbau dan mengajak orang tua untuk dapat membangun kelekatan dengan menjalin komunikasi yang terbuka, karena perlindungan anak paling utama adalah dari keluarganya.

Ditegaskan, setiap kasus kekerasan anak yang ditangani UPT PPA turut melibatkan orang tua korban, dimana juga diberikan pendampingan terkait pola asuh untuk membersamai anak setelah melalui proses konseling dan sudah berdamai dengan apa yang dihadapi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement