REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah diperkirakan masih akan berada dalam tekanan meski Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga menjadi enam persen. Dalam sepekan terakhir, rupiah konsisiten melemah.
Pada Jumat (20/10/2023), kurs rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 15.878, melemah dari awal pekan yang berada di posisi Rp 15.700. Pelemahan diperkirakan masih akan terus berlanjut meski terbatas.
"Kami menilai langkah BI menaikkan suku bunga masih belum membuat rupiah berbalik arah, namun menahan depresiasi lebih lanjut," kata Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto kepada Republika.co.id, Ahad (22/10/2023).
Menurut Rully, tekanan global masih sangat tinggi dan arus modal asing keluar sangat besar karena kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang cukup signifikan. Selain itu, kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga masih terbuka.
Di sisi lain, Rully melihat, sentimen yang paling mempengaruhi pelemahan rupiah adalah penurunan ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga secara agresif di 2024. The Fed memberi sinyal akan mempertahankan suku bunga tetap tinggi.
"Saya merasa tekanan masih akan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan," ujar Rully.
Dengan situasi yang penuh ketidakpastian ini, Rully tidak dapat memastikan apakah rupiah bisa menembus level Rp 16.000. Meski demikian, dia meyakini nilai tukar rupiah masih mampu bertahan di bawah level Rp 16.000.
Menurut Rully, BI akan masih akan tetap mempertahankan rupiah melalui kebijakan stabilisasi. Indonesia juga masih memiliki keseimbangan eksternal yang cukup baik, tercermin dari neraca perdagangan yang masih mengalami surplus cukup tinggi.