Senin 23 Oct 2023 18:59 WIB

Israel Bantah AS Minta Serangan Darat Besar-besaran ke Gaza Ditunda

Israel dan AS justru berdialog soal rencana serangan darat di Gaza

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Tank Israel bergerak di dekat perbatasan Israel Gaza, Israel, Rabu (11/10/2023).
Foto: AP Photo/Erik Marmor
Tank Israel bergerak di dekat perbatasan Israel Gaza, Israel, Rabu (11/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pasukan dan tank-tank Israel sudah berkumpul di perbatasan Israel-Gaza dan terus bersiaga, pada Senin (23/10/2023). Namun belum jelas kapan mereka akan melancarkan serangan darat besar-besaran untuk memberantas Hamas.

Ketika ditanya dalam sebuah wawancara dengan Army Radio apakah Washington menekan Israel untuk menunda hal tersebut. Wakil Duta Besar Israel untuk AS, Eliav Benjamin, menjawab dugaan tersebut.

Baca Juga

"Kami dan Pemerintah AS telah berdialog sejak hari pertama soal serangan itu. Mereka memahami kami melakukan perang sesuai dengan kepentingan kami. Pada akhirnya, kami akan melakukan apa yang perlu kami lakukan ketika kami perlu melakukannya," katanya.

Wilayah Gaza yang luas telah diratakan oleh rentetan serangan artileri pengeboman. Kantor kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan sekitar 1,4 juta dari 2,3 juta penduduk Gaza kini mengungsi, dan banyak di antaranya yang mengungsi ke tempat penampungan darurat PBB yang penuh sesak.

Israel telah memerintahkan warga Gaza untuk mengungsi dari utara ke selatan, untuk menghindari terjebak dalam pertempuran. Namun, OCHA mengatakan bahwa bukti anekdotal menunjukkan bahwa ratusan dan mungkin ribuan orang yang telah mengungsi kini kembali ke utara karena Israel juga lakukan pemboman di wilayah selatan dan kurangnya tempat berlindung di wilayah itu.

Kekhawatiran bahwa perang Israel-Hamas dapat berkembang menjadi konflik Timur Tengah yang lebih luas meningkat pada akhir pekan lalu. Ini membuat kekhawatiran Washington, dan memperingatkan adanya risiko yang signifikan terhadap kepentingan AS di wilayah tersebut.

Sementara itu di sepanjang perbatasan utara Israel dengan Lebanon, kelompok Hizbullah yang didukung Iran telah bentrok dengan pasukan Israel yang mendukung Hamas. Bila bentrokan ini terjadi maka front baru peperangan bagi Israel terbuka. Dan ini bisa menambah eskalasi kekerasan di perbatasan yang paling mematikan sejak perang Israel-Hizbullah pada tahun 2006.

Pada hari Senin (23/10/2023), pesawat-pesawat Israel menyerang dua sel Hizbullah di Lebanon. Di mana Israel menuduh "mereka berencana untuk meluncurkan rudal-rudal anti-tank dan roket-roket ke arah Israel," kata militer Israel. Militer Israel juga mengatakan bahwa mereka menyerang target-target Hizbullah lainnya, termasuk sebuah markas dan sebuah pos pengamatan.

Hizbullah mengatakan pada hari Senin (23/10/2023), bahwa salah satu pejuangnya tewas, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Militer Israel mengatakan tujuh tentaranya telah terbunuh di perbatasan Lebanon sejak konflik terbaru dimulai. Di Tepi Barat, dua orang Palestina tewas di kamp pengungsi Jalazone dekat Ramallah. Hal itu dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan Palestina, pada Senin.

Warga mengatakan kepada Reuters, pasukan Israel menyerbu kamp tersebut dan melakukan banyak penangkapan ketika mereka bentrok dengan orang-orang bersenjata dan beberapa pemuda yang melemparkan batu. Tentara Israel belum mengeluarkan pernyataan mengenai insiden tersebut.

Utusan khusus China untuk Timur Tengah, Zhai Jun, yang sedang mengunjungi wilayah tersebut, memperingatkan risiko konflik darat berskala besar bisa meningkat. Dan konflik yang meluas di wilayah tersebut "mengkhawatirkan", kata media pemerintah Cina pada hari Senin.

Para pejabat keamanan Iran mengatakan kepada Reuters bahwa strategi Iran adalah agar proksi-proksi Timur Tengah seperti Hizbullah melakukan serangan-serangan terbatas terhadap target-target Israel dan Amerika Serikat. Namun menghindari eskalasi besar yang akan menarik Teheran.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyerukan persatuan internasional untuk menghentikan serangan Israel di Gaza dan mengizinkan lebih banyak bantuan masuk. Konvoi kedua yang terdiri dari 14 truk bantuan memasuki perlintasan Rafah dari Mesir menuju Gaza pada Ahad malam.

Gedung Putih mengatakan, Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan dalam sebuah panggilan telepon bahwa akan ada aliran bantuan yang terus berlanjut ke Gaza.

Kantor kemanusiaan PBB mengatakan volume bantuan yang masuk sejauh ini hanya 4 persen dari rata-rata harian sebelum permusuhan dan hanya sebagian kecil yang mendapatkan dari banyak warga Gaza yang membutuhkan. Sayangnya pengiriman bantuan yang kini masuk tersebut tidak termasuk bahan bakar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement