Selasa 24 Oct 2023 19:36 WIB

Mendag Sebut Bangun Swasembada Pangan Butuh Waktu

Indonesia membangun pertanian dalam kurun waktu 25 tahun.

Red: Lida Puspaningtyas
Petani merontokkan gabah saat panen di Pundong, Bantul, Yogyakarta, Senin (9/10/2023). Pada panen raya 2023, Bantul memiliki rata-rata produksi beras di kisaran 8,89 ton. Jumlah ini melebihi jumlah rata-rata produksi padi nasional, karena di Bantul tidak ada gagal panen meski ada kemarau panjang disertai El Nino. Sementara itu, harga gabah kering untuk tingkat petani di Yogyakarta mengalami kenaikan sebesar 28,45 persen atau menjadi Rp 6.330 per kilogram, sementara HPP yang ditetapkan sebesar Rp 5 ribu per kilogram.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petani merontokkan gabah saat panen di Pundong, Bantul, Yogyakarta, Senin (9/10/2023). Pada panen raya 2023, Bantul memiliki rata-rata produksi beras di kisaran 8,89 ton. Jumlah ini melebihi jumlah rata-rata produksi padi nasional, karena di Bantul tidak ada gagal panen meski ada kemarau panjang disertai El Nino. Sementara itu, harga gabah kering untuk tingkat petani di Yogyakarta mengalami kenaikan sebesar 28,45 persen atau menjadi Rp 6.330 per kilogram, sementara HPP yang ditetapkan sebesar Rp 5 ribu per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Menteri Perdagangan (Mendag) RI Zulkifli Hasan menyebut usaha untuk membangun swasembada pangan butuh waktu yang tidak sebentar.

"Menurut saya, membangun swasembada pangan tidak cepat, perlu waktu panjang. India saya ajak diskusi, membangun swasembada pangan mulai tahun 1965 dan itu konsisten," kata Zulkifli Hasan pada Rakernas 2023 Perpadi, Revitalisasi Penggilingan Padi dan Stabilisasi Harga Beras Mendukung Kemandirian Pangan, di Diamond Solo Convention Center, Solo, Jawa Tengah, Selasa (24/10/2023).

Ia mengatakan, dengan jumlah penduduk lebih dari 1,4 miliar orang, produksi beras di India berhasil surplus hingga 7 juta ton sehingga harus diekspor.

"Mereka 1,4 miliar lebih orang kok bisa swasembada, kenapa kita nggak bisa," kata Mendag pula.

Dia juga mengundang duta besar Vietnam untuk Indonesia. Menurut dia, bagi negara tersebut kedaulatan pangan merupakan top prioritas.

"Prioritas paling tinggi untuk makan cukup, dan ini dibangun lama. Ada kesamaan India, Tiongkok, Vietnam. Hampir sama dengan yang dikerjakan zaman Orde Baru," katanya lagi.

Ia mengatakan pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia juga membangun pertanian dalam kurun waktu 25 tahun.

"25 tahun lamanya kita hampir swasembada pangan. Di India itu persis zaman Pak Harto pertaniannya. Tidak ada usaha besar masuk di bidang pertanian, yang ada koperasi tapi dibiayai oleh pemerintah, hampir semua disubsidi," katanya.

Oleh karena itu, Mendag berharap pabrik beras yang sekarang sudah ada agar diperkuat seperti zaman Presiden Soeharto.

"Saya lapor ke Pak Presiden agar pabrik padi yang sudah ada diperkuat, diberdayakan, disokong, dan didukung seperti zamannya Pak Harto dulu. Kadang yang dulu bagus tapi digantikan. Irigasi zaman Pak Harto kan bagus, tapi sekarang diabaikan. Presiden setuju, karena terasa sekarang. Beras itu mahal kalau ada yang jual masih mending, yang repot kalau mahal tapi barang nggak ada. Gimana coba," katanya pula.

Sementara itu, terkait dengan stabilisasi harga beras dalam waktu dekat, dikatakannya, persediaan harus cukup sehingga harga akan aman.

Melalui Rakernas Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) ini diharapkan muncul rekomendasi dari Perpadi untuk pemerintah terkait upaya stabilisasi harga.

"Apa-apa saja yang harus kami lakukan dalam menghadapi situasi yang tidak mudah seperti sekarang. Pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk stabilisasi harga beras," katanya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement