Ahad 29 Oct 2023 12:51 WIB

PDIP: Kami Begitu Mencintai Jokowi, Namun Ditinggalkan

Hasto menyebut PDIP ditinggalkan karena ada permintaan yang langgar konstitusi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto pada sela gladi kotor Rakernas IV PDIP, di Jakarta International Expo, Jakarta, Kamis (28/9/2023).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto pada sela gladi kotor Rakernas IV PDIP, di Jakarta International Expo, Jakarta, Kamis (28/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengaku partainya saat ini dalam suasana yang sedih. Hasto mengatakan, partai berlambang kepala banteng moncong putih itu tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

"Ketika DPP Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," ujar Hasto lewat keterangannya, Ahad (29/10/2023).

Baca Juga

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga. Namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi," ujarnya menambahkan.

Pada awalnya, PDIP hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, tetapi realitas berkata lain saat ini. Ia pun menyinggung seluruh elemen partai yang berhasil memenangkan Jokowi dan keluarganya dalam lima pemilihan kepala daerah pilkada dan dua pilpres.

"Itu wujud rasa sayang kami, pada awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi, dan lain-lain, beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," ujar Hasto.

PDIP sendiri percaya bahwa Indonesia adalah negeri yang rakyatnya bertaqwa kepada Tuhan. Dimana nilai moralitas, kebenaran, dan kesetiaan sangat dikedepankan.

Adapun yang terjadi pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka adalah political disobedience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum lewat Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian, lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," ujar Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement