REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat, mengaku kecewa dengan keputusan Gibran Rakabuming Raka yang memutuskan untuk menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Menurut dia, keputusan tersebut terlalu terburu-buru bagi anak muda seperti Gibran.
"Saya kecewa sama Mas Gibran, bukan apa-apa, dia anak muda, dia anak muda, tetapi dia tidak punya kesabaran," ujar Djarot di kawasan Matraman, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Padahal, PDIP memiliki mekanisme kaderisasi bagi sosok-sosok yang potensial menjadi pemimpin. Semua itu juga harus dilakukan berjenjang dari tingkat bawah hingga kursi kepemimpinan nasional.
"Tidak langsung potong kompas karena ada karpet merah, misalnya ya, suka-sukanya ditabrak, ini contoh-contoh yang tidak bagus menurut saya untuk anak muda. Mohon maaf, contoh tidak bagus," ujar Djarot.
"Untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih bagus, ini semangat anak muda. Bukan yang mengharapkan privilege," sambungnya.
Ia sendiri mengaku gagal sebagai orang yang membidangi Ideologi dan Kaderisasi di partainya. Khususnya setelah kasus pembangkangan Gibran yang kini menjadi pendamping Prabowo.
"Saya gagal, saya bersalah, karena saya ini kan Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi, tugas saya adalah membangun ideologi, membangun kaderisasi, menyiapkan kaderisasi melalui Sekolah Partai," ujar Djarot.
Padahal dalam Sekolah Partai PDIP, pihaknya menekankan tiga hal kepada seluruh kadernya, termasuk Gibran sebelum menjadi bakal cawapres dari Prabowo. Pertama adalah disiplin, baik di dalam waktu, teori, hingga ideologi.
Kedua adalah loyalitas, Ia sendiri melihat, gagalnya dirinya menanamkan nilai loyalitas tersebut kepada putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
"Di beberapa hal saya gagal, termasuk misalnya pembangkangan Mas Gibran, misalnya. Itu saya yang harus pencetus, tidak ada loyalitas, tidak ada disiplin, tidak ada ikhlas, tidak ada semua," ujar Djarot.