REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA---Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya Antiek Sugiharti menyebut menipisnya stok cabai rawit karena faktor kondisi cuaca menjadi pemicu terjadinya kenaikan harga komoditas tersebut di kota setempat.
"Faktornya karena cuaca sehingga mempengaruhi kegagalan panen, dan ini juga belum waktunya produksi lagi," kata Antiek, Selasa (31/10/2023).
Jumlah ketersediaan cabai rawit mengalami penyusutan sehingga tak bisa memenuhi tingginya permintaan dari pasar.
Sekalipun tersedia, namun harga yang didapatkan juga sudah tergolong tinggi. Kondisi di beberapa daerah penyuplai untuk Surabaya, seperti Kediri, Pasuruan, Malang, dan Madura.
"Langkah dari pemkot kemarin mencari dari daerah sumber penghasilnya dan ternyata harganya sudah mahal dari daerah asalnya," ujarnya.
Kenaikan harga cabai rawit tak hanya terjadi di Kota Surabaya, namun di beberapa daerah lain juga mengalami kenaikan, diantaranya di Situbondo, Kediri, dan Jember. "Kenaikan memang tidak di Surabaya saja," ucapnya
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan masih melakukan kalkulasi harga terendah dan tertinggi, sekaligus menghitung ketersediaan cabai rawit di kota setempat bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TIPD) setempat, pada Senin (30/10).
Diketahui, harga cabai rawit di Kota Surabaya rata-rata berada di angka Rp 65.000 per kilogram hingga Rp 70.000 ribu per kilogram. Hal itu nampak di dua lokasi pasar, yakni Pasar Gresikan dan Tambahrejo.
Pedagang asal Pasar Tambahrejo Warinten menyatakan menaikkan harga cabai rawit mengikuti harga kulak yang saat ini sebesar Rp 60.000 per kilogram.
Dia menyebut kenaikan dikarenakan sedikitnya stok di pasaran dan kondisi cuaca. Pedagang Pasar Gresikan Meri Sinta mengatakan harga cabai rawit pada Oktober ini mengalami lonjakan tinggi dari bulan lalu.
Saat ini per kilogramnya komoditas tersebut dijual seharga Rp 70.000 per kilogram dari harga sebelumnya yang berada di angka Rp 35.000 per kilogram.