REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi Paris menembak dan melukai seorang wanita berhijab di sebuah stasiun metro pada Selasa (31/10/2023) pagi.
Menurut keterangan pemerintah, para penumpang melaporkan bahwa wanita tersebut berkata dalam perkataan yang tak dimengerti penumpang lain, dan mereka menduga itu sebuah slogan-slogan kelompok ekstrem, dan berperilaku mengancam.
Prancis berada dalam kondisi siaga tertinggi setelah pembunuhan seorang guru sekolah pada 13 Oktober dalam sebuah serangan yang dicurigai sebagai serangan ekstremis. Aksi yang oleh para pejabat dikaitkan dengan apa yang mereka sebut sebagai "suasana jihad" yang terkait dengan perang Israel-Gaza.
Wanita bercadar itu ditembak di stasiun Bibliotheque Nationale de France. Para komuter sebelumnya telah melaporkan bahwa wanita itu "mengucapkan komentar-komentar agresif dan bernada jihad," kata juru bicara pemerintah Olivier Veran.
Ketika polisi tiba, "mereka menarik wanita itu ke samping dan pertama-tama memintanya untuk tenang tetapi juga menunjukkan tangannya untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menimbulkan bahaya," ujarnya.
"Apa yang terjadi kemudian adalah petugas penegak hukum tidak punya pilihan selain melepaskan tembakan ke arah wanita ini mengingat situasi yang berbahaya."
Pemadam kebakaran, yang memberikan perawatan darurat untuk wanita tersebut, mengatakan bahwa dia tertembak di bagian perut. Dia dipindahkan ke rumah sakit terdekat.
Veran mengatakan bahwa wanita tersebut sebelumnya telah mengancam patroli perkotaan. Penumpang di stasiun metro, di jalur RER C, dievakuasi setelah kejadian itu, kata polisi.
Dua penyelidikan dibuka, satu terhadap wanita itu dan yang kedua terhadap penggunaan senjata oleh polisi, kata juru bicara pemerintah.
Kepala polisi Paris Laurent Nunez mengatakan wanita berhijab tersebut berperilaku mengancam. "Dia meneriakkan Allahu Akbar dan kalian semua akan mati," ujar Nunez.