REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan mengungkapkan masyarakat harus memanfaatkan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah agar dapat memiliki hunian. Insentif itu berlaku hingga 2024.
"Menurut saya ini harus dimanfaatkan karena sangat membantu pengembang perumahan dalam menjual produk hunian, serta membantu masyarakat untuk lebih mudah dalam memiliki rumah," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Herry mengatakan, PPN 100 persen ditanggung pemerintah hingga Juni 2024 ini untuk rumah komersial, dan kebijakan ini merupakan hal yang baik karena bisa menjadi kesempatan untuk bisa memiliki rumah. Sedangkan setelah periode Juni 2024, pemerintah menanggung 50 persen PPN tersebut.
Tentu saja, kata Herry, kebijakan PPN ditanggung pemerintah untuk hunian ini berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. "Semua pihak diuntungkan dengan adanya perpanjangan PPN ditanggung pemerintah tersebut, terutama bagi masyarakat," ujarnya.
Selain itu kebijakan bantuan biaya administratif untuk rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) hingga 2024 dari pemerintah juga membantu ketika masyarakat membeli rumah pada tahap awal.
"Di awal ketika MBR membeli rumah subsidi memang harus menyediakan cukup banyak uang untuk tahap awalnya, sehingga ketika dibantu biaya administratifnya oleh pemerintah sebesar Rp 4 juta maka dapat mengurangi beban MBR," kata Herry.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan PPN untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar hingga Juni 2024. Insentif pembebasan PPN itu berlaku hingga Juni 2024. Setelah Juni 2024, pemerintah akan menanggung 50 persen PPN rumah di bawah Rp 2 miliar.
Pemerintah juga membantu biaya administratif sebesar Rp 4 juta untuk pembelian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) hingga 2024. Kedua insentif tersebut dapat membantu pertumbuhan sektor perumahan yang mengalami kontraksi hingga 0,67 persen. Sektor perumahan dan juga konstruksi merupakan dua sektor ekonomi yang memberikan efek pengganda bagi subsektor ekonomi lainnya.
Selain itu pemberian insentif ini bisa mengurangi masalah kesenjangan jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat (backlog) sebesar 12,1 juta rumah.