REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengakui pada Selasa (1/11/2023), pasukan Israel telah membayar harga yang mahal selama operasi darat di Jalur Gaza. Dia mengklaim, kerugian yang didapatkan sebanding dengan pencapaian di medan perang.
“Ada pertempuran melawan kekuatan yang beroperasi di sana, dan hasil serta pencapaian di medan perang sangat luar biasa. Sayangnya, perang juga menimbulkan kerugian, dan dalam 24 jam terakhir, kita telah membayar harga yang mahal," ujar Gallant di Pangkalan Udara Palmachim di Israel tengah dengan pasukan elite Angkatan Udara Shaldag dan 669 unit.
Gallant tidak menjelaskan lebih lanjut maksudnya. Namun, tentara Israel mengumumkan bahwa 10 tentara tewas dan lainnya terluka parah dalam pertempuran di Jalur Gaza utara.
Dengan laporan kematian terbaru ini, jumlah korban tewas pihak militer Israel sejak dimulainya pertempuran pada tanggal 7 Oktober telah meningkat menjadi lebih dari 300 orang.
“Tentara Israel menggunakan kekuatan dalam skala besar jauh di Jalur Gaza,” kata Gallant
Israel telah memperluas serangan udara dan darat di Jalur Gaza, yang telah mengalami serangan udara tanpa henti sejak 7 Oktober. Jumlah korban meninggal akibat serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza telah meningkat menjadi 8.648 orang.
“Para korban termasuk 3.542 anak-anak dan 2.187 perempuan, sementara 21.543 orang lainnya terluka,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qudra dikutip dari Middle East Monitor.
Blokade Israel telah memutus pasokan bahan bakar, listrik, dan air ke Gaza, dan berkurangnya pengiriman bantuan tidak mampu memenuhi kebutuhan lebih dari dua juta warga Palestina yang dipenjarakan di wilayah tersebut. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun menolak seruan gencatan senjata yang semakin meningkat.