REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat menyebar nyamuk pembawa bakteri wolbachia pada awal Desember 2023 untuk mencegah berjangkitnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Kepala Sudinkes Jakbar Erizon Safari mengatakan program pengentasan DBD menggunakan nyamuk pembawa bakteri wolbachia tersebut sedang menunggu kesepakatan (MoU) antara Wali Kota Jakbar dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Kita lagi finalisasi draf MoU antara bapak Wali Kota dengan Kementerian Kesehatan. Insya Allah bisa segera dituntaskan dan awal Desember seluruh rencana bisa dirilis," ucap Erizon saat ditemui wartawan di Kantor Wali Kota Jakbar, Kamis (2/11/2023).
Adapun bakteri wolbachia adalah bakteri alami yang dapat tumbuh pada nyamuk untuk melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga mengurangi risiko penyebaran DBD. Hari ini ia melakukan sosialisasi kepada camat, lurah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain untuk menyamakan persepsi mengenai penerapan teknologi penanganan DBD menggunakan nyamuk pembawa wolbachia.
"Hari ini kami undang lintas sektor, pemangku wilayah, camat lurah, terus tim SKPD. Karena pada intinya nanti kita akan meletakkan ember-ember yang berisi telurnya nyamuk mengandung wolbachia ini di sekolahan, perkantoran, perumahan, dan lain-lain," kata Erizon.
Oleh karena itu, Erizon mengaku membutuhkan dukungan pemangku wilayah dan SKPD terkait untuk mewujudkan program tersebut. Erizon menyebut penanganan DBD dengan nyamuk pembawa wolbachia terbukti 87 persen efektif saat diujicoba di beberapa wilayah seperti Bantul, Sleman dan Yogya.
"Ini sudah ada implementasi, karena pilot project (proyek contoh) sudah ada sejak 2014 dilakukan di Sleman, Bantul, dan Yogyakarta. Jadi karena sudah terbukti menurunkan sampai 87 persen maka diimplementasikan di lima kota (salah satunya Jakbar)," kata Erizon.
Adapun penyebaran ember dengan bibit nyamuk pembawa wolbachia tersebut akan dilakukan di Kecamatan Kembangan. Sebelumnya, Erizon mengungkapkan kasus DBD di Jakarta Barat selama Januari hingga Agustus 2023 mengalami fluktuasi, namun cenderung menurun.
“Pada Januari ada 132 kasus, Februari 94, Maret 105, April 125, Mei 95, Juni 80, Juli 66, dan Agustus 39 kasus,” ungkap Erizon.