Jumat 03 Nov 2023 06:25 WIB

Bank Sentral Inggris Pertahankan Suku Bunga Level Tertinggi sejak 15 tahun

Genosida Israel di Palestina menciptakan risiko kenaikan harga energi.

Rep: Novita Intan/ Red: Lida Puspaningtyas
Seorang aktivis menulis di dinding pesan saat menyalakan lilin untuk mendukung Palestina di Kedutaan Besar Palestina di Jakarta, Indonesia, Kamis, 2 November 2023.
Foto: AP Photo/Dita Alangkara
Seorang aktivis menulis di dinding pesan saat menyalakan lilin untuk mendukung Palestina di Kedutaan Besar Palestina di Jakarta, Indonesia, Kamis, 2 November 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Bank Sentral Inggris mempertahankan suku bunga pada level tertinggi dalam 15 tahun. Bank Sentral Inggris tidak memperkirakan akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat karena bank tersebut berupaya untuk menghilangkan inflasi tertinggi di dunia.

Seperti dilansir dari laman Reuters, Jumat (3/11/2023) meskipun terdapat perkiraan yang menunjukkan perekonomian Inggris akan mendekati resesi dan cenderung datar pada tahun-tahun mendatang, Bank Sentral Inggris mempertahankan suku bunga bank sebesar 5,25 persen pada pertemuan kedua berturut-turut setelah 14 kali kenaikan berturut-turut.

Baca Juga

Hal ini juga memperkuat pesannya bahwa biaya pinjaman ditetapkan tetap tinggi, sehingga menyebabkan pound sedikit lebih tinggi terhadap euro dan dolar. Meskipun sejauh ini hanya sekitar setengah dari dampak kenaikan suku bunga jangka panjang yang dirasakan dalam perekonomian.

Komite Kebijakan Moneter (MPC) memberikan suara 6-3 untuk mempertahankan suku bunga acuan, sejalan dengan ekspektasi dalam jajak pendapat para ekonom Reuters.

“Proyeksi terbaru MPC menunjukkan bahwa kebijakan moneter kemungkinan perlu dilakukan pembatasan jangka waktu yang lama,” tulis Bank Sentral Inggris.

Pada September, Bank Sentral Inggris mengatakan suku bunga harus tetap cukup membatasi jangka waktu yang cukup lama.

Gubernur Andrew Bailey juga mencoba menyampaikan penurunan inflasi selama setahun terakhir dari tingkat tertinggi sejak 1980an dan prospek ekonomi yang lebih lemah, tidak boleh dilihat sebagai tanda bahwa penurunan suku bunga akan segera dilakukan.

“Kami akan mengawasi dengan cermat untuk melihat apakah diperlukan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Tetapi bahkan jika hal tersebut tidak diperlukan, masih terlalu dini untuk memikirkan penurunan suku bunga,” katanya.

"Biar saya perjelas, sama sekali tidak ada ruang berpuas diri. Inflasi masih terlalu tinggi. Kami akan mempertahankan suku bunga cukup tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama untuk memastikan inflasi kembali ke target dua persen,” katanya.

Namun, bank akan mempertahankan kebijakan moneter yang ketat hanya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menghilangkan inflasi dari sistem.

Keputusan untuk mempertahankan suku bunga mencerminkan langkah terbaru Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral AS. Mereka juga menunggu untuk melihat apakah obat kenaikan suku bunga yang mereka berikan akan mampu mengekang wabah inflasi terburuk di dunia dalam beberapa dekade terakhir.

"MPC memilih sikap hawkish. Kami berharap Bank Dunia akan melonggarkan kebijakannya menjelang akhir tahun depan,” kata Kepala Ekonom di KPMG Inggris Yael Selfin.

Bailey mengakui genosida Israel di Palestina menciptakan risiko kenaikan harga energi yang dapat berdampak pada inflasi, namun dia mengatakan hal tersebut belum terjadi sejauh ini.

Anggota MPC Megan Greene, Jonathan Haskel dan Catherine Mann memilih untuk menaikkan suku bunga menjadi 5,5 persen. Sarah Breeden memilih untuk mempertahankan suku bunga pada pertemuan pertamanya sebagai anggota MPC sejak menggantikan Jon Cunliffe.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement