REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel telah memutus jaringan komunikasi dari dan ke Gaza. Setelah Israel memberlakukan pemadaman internet dan memutus hubungan telekomunikasi, warga Gaza semakin sering kembali ke transmisi radio, sebagai upaya terakhir, untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitar mereka.
Di Jalur Gaza, gangguan yang sering terjadi pada layanan internet dan telepon membuat lebih dari 2,1 juta warga Palestina terisolasi dari dunia luar. Meskipun ada suara ledakan bom di sekitar mereka, mereka tidak dapat mengakses berita real-time yang dapat membantu mereka menemukan sumber ledakan.
Oleh karena itu, penduduk Gaza beralih ke radio sebagai sumber informasi utama mereka tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar rumah mereka. Namun, Palestinian Journalists Syndicate telah melaporkan bahwa stasiun radio di Gaza telah berhenti beroperasi karena pengeboman yang sedang berlangsung dan kelangkaan bahan bakar.
Untuk memberikan informasi kepada penduduk setempat, sebagian besar stasiun radio di Gaza terpaksa menyiarkan konten dari televisi Al-Jazeera dan saluran-saluran berbahasa Arab lainnya.
Bagi Fatin Saleem, 34 tahun, akses internet tidak tersedia sejak dimulainya konflik. Akibatnya, keluarganya membeli radio bertenaga baterai agar ia dapat terus mendapatkan informasi tentang perkembangan terbaru.
"Saya bisa mengerti bahasa Ibrani, jadi kadang-kadang, saya mendengarkan stasiun radio Israel ketika stasiun radio lokal sedang offline. Namun, tanpa akses ke media sosial, saya tidak bisa mendapatkan informasi terbaru tentang serangan udara karena jenis berita seperti ini umumnya disebarkan di sana," kata Fatin menjelaskan kepada The New Arab.
Fatin, bersama dua anak dan suaminya, mengungsi ke Jalur Gaza selatan pada awal perang Israel-Hamas kali ini. Dia kemudian mengetahui dari tetangganya bahwa rumahnya telah hancur.
"Kami memiliki rumah lain yang masih dalam tahap pembangunan ketika perang dimulai, saya terus mengikuti berita untuk memastikan bahwa rumah itu juga tidak hancur," tambahnya.
Menurut Palestinian Journalists Syndicate, saat ini ada sekitar 24 stasiun radio yang berfungsi di Jalur Gaza. Stasiun-stasiun ini menggunakan gelombang radio tradisional atau siaran online untuk menjangkau para pendengarnya. Sayangnya, lebih dari 50 institusi media telah dibom dan sebagian atau seluruhnya dihancurkan selama agresi baru-baru ini di Jalur Gaza.
Hal ini telah mengakibatkan kematian setidaknya 11 wartawan radio sejauh ini, seperti yang dikonfirmasi oleh Komite Kebebasan, yang merupakan bagian dari Jaringan Wartawan itu. Pada hari Rabu (1/11/2023), kelompok pemantau internet NetBlock melaporkan bahwa Gaza kembali mengalami pemadaman internet, yang berdampak signifikan terhadap operator besar yang tersisa, Paltel.
Pemadaman ini menyebabkan sebagian besar penduduk tidak memiliki akses telekomunikasi. Sayangnya, ini adalah kedua kalinya dalam seminggu Gaza terputus sama sekali dari sinyal internet dan telepon.
Saat ini setidaknya sudah 9.227 warga Palestina meninggal karena serangan Israel sejak awal perang pada tanggal 7 Oktober, termasuk 3.760 diantaranya anak-anak.
Kementerian Kesehatan Gaza telah mengeluarkan peringatan bahwa Kompleks Medis Al-Shifa di Kota Gaza dan Rumah Sakit Indonesia di bagian utara beresiko kehilangan listrik karena generator listrik utama beresiko mati. Himbauan mendesak telah disampaikan kepada negara-negara penghasil minyak untuk membantu memasok sumber daya yang dibutuhkan rumah sakit.