Senin 06 Nov 2023 02:51 WIB

Canggih, Batu Kapur Dipakai untuk Sedot Karbondioksida dari Atmosfer, Simak Cara Kerjanya

Penangkapan karbon akan menjadi topik utama diskusi pada pembicaraan iklim COP28.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
Sebuah perusahaan rintisan di California, Amerika Serikat (AS) mengatakan mereka dapat melakukan hal tersebut, dengan menggunakan batu kapur sebagai spons penghisap karbon.  (ilustrasi).
Foto: bloggyenarie.blogspot.com
Sebuah perusahaan rintisan di California, Amerika Serikat (AS) mengatakan mereka dapat melakukan hal tersebut, dengan menggunakan batu kapur sebagai spons penghisap karbon. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Para ahli mengatakan menghilangkan karbondioksida (CO2) dari udara sangat penting jika umat manusia ingin membatasi pemanasan global. Sebuah perusahaan rintisan di California, Amerika Serikat (AS) mengatakan mereka dapat melakukan hal tersebut, dengan menggunakan batu kapur sebagai spons penghisap karbon. 

Heirloom Carbon yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat (AS), telah menjadi nama populer di sektor teknologi penangkapan ikan yang baru lahir, bahkan menandatangani kesepakatan dengan Microsoft untuk membantu pembuat Windows tersebut memenuhi ambisi nol karbonnya. 

Baca Juga

Pemerintah pun mulai menerapkan inovasi serupa untuk mencapai tujuan iklim mereka karena emisi CO2 masih terlalu tinggi untuk memitigasi efek rumah kaca yang menyebabkan kerusakan akibat perubahan iklim. 

Menangkap karbondioksida langsung dari atmosfer adalah “mesin waktu” yang akan membawa kita kembali ke udara yang lebih bersih, menurut salah satu pendiri dan CEO Heirloom, Shashank Samala. 

“Jika Anda benar-benar ingin membalikkan perubahan iklim dan kembali ke keadaan semula, penghilangan karbon adalah hal yang paling dekat dengan upaya kita untuk menghilangkan emisi lama dari udara,” kata Samala, dilansir Japan Today, Ahad (5/11/2023). 

Penangkapan karbon akan menjadi topik utama diskusi pada pembicaraan iklim COP28, yang berlangsung di Dubai pada 30 November hingga 12 Desember. Banyak pihak yang memandang hal ini sebagai suatu keharusan untuk menghadirkan dunia tanpa emisi, sementara yang lain khawatir bahwa hal ini akan dianggap sebagai cara instan untuk berkelit dari usaha keras demi memperlambat perubahan iklim. 

Panel Perubahan Iklim PBB (IPCC), yang mengarahkan pertemuan COP, menganggap penerapan sistem penangkapan dan penyimpanan karbon tidak dapat dihindari jika kita ingin membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Heirloom telah menetapkan tujuan untuk menghilangkan satu miliar ton CO2 per tahun di atmosfer pada 2035, tanpa memberikan insentif kepada perusahaan untuk terus menggunakan bahan bakar fosil. 

Hal ini akan membantu mengurangi antara 10 dan 20 miliar ton karbohidrat yang menurut Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS harus dihilangkan setiap tahun antara sekarang dan akhir abad ini. 

Salah satu pendiri dan kepala penelitian Noah McQueen mengatakan Heirloom menggunakan batu kapur yang merupakan mineral alami dan memberinya kekuatan super, serta mengubahnya menjadi spons yang dapat menyedot CO2 dari atmosfer. “Kami kemudian memeras spons itu dan menyimpan CO2 tersebut secara permanen di bawah tanah,” tambahnya. 

Salah satu pendiri Samala mengingat dengan baik topan, kekeringan, dan gelombang panas yang dahsyat di masa kecilnya di India. “Saya ingat ibu saya meletakkan handuk basah di atas kipas angin dan menggunakannya sebagai AC,” katanya. “Perubahan iklim memberikan dampak yang tidak adil terhadap kelompok rentan. Tetapi seruan untuk perubahan iklim selalu ada,” kata Samala.

Melalui laporan IPCC tahun 2028 tahun 2018, Samala mempersempit fokus pada penangkapan karbon, sebuah bidang yang saat itu sangat membutuhkan inovasi dan investasi. Teknik Direct Air Capture (DAC), seperti yang dikembangkan oleh Heirloom dan pionir Swiss Climeworks, berbeda dengan sistem penangkapan karbon di sumbernya (CCS), seperti cerobong asap pabrik. 

Heirloom memilih batu kapur karena tersedia dalam jumlah besar dan mengatakan tidak kekurangan ruang penyimpanan. 

“Di Amerika Serikat saja, jumlah tersebut cukup untuk menyimpan seluruh emisi yang kita keluarkan sejak revolusi industri,” kata McQueen. 

Will Knapp, salah satu pendiri startup CCS Cocoon, yakni bahwa menangkap CO2 langsung dari tempat emisinya, seperti pabrik atau pabrik baja, jauh lebih mudah dibandingkan dari atmosfer secara umum. Tungku pembuatan logam dapat mengeluarkan konsentrasi CO2 sebesar 10 hingga 30 persen, sedangkan konsentrasi CO2 di udara yang kita hirup hanya 0,4 persen, menurut Knapp. 

Knapp mengatakan melihatnya dari atmosfer  akan seperti menemukan jarum di tumpukan jerami. “Tidak ada obat mujarab untuk mengatasi perubahan iklim, (tetapi) kita tidak membutuhkan keajaiban, kita hanya membutuhkan solusi,” tambahnya. 

Samala dari Heirloom memegang komitmen ketat pada perusahaannya, seperti tidak menjual kembali CO2 ke bisnis yang pada akhirnya akan mengembalikannya ke atmosfer. Ia juga mengutuk aksi “greenwashing” di mana beberapa industri khusus lobi minyak dan gas, menggunakan janji-janji samar mengenai penghapusan karbon “sebagai cara untuk mengalihkan perhatian kita.” 

“Bagi kami melawan status quo sangatlah sulit, namun itulah yang perlu kami lakukan,” kata Samala. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement