REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pimpinan Kota Yogyakarta menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk mengambil kebijakan yang lebih berpihak pada upah buruh.
Koordinator Umum Aksi Solidaritas Pemuda untuk Upah Layak di DIY Yusril Mulyadi mengatakan hal ini perlu dilakukan untuk menekan ketimpangan pendapatan yang selama ini menjadi masalah utama dalam pemerataan kesejahteraan.
"Pekerja/buruh pada umumnya terjebak dalam ketimpangan pendapatan karena rendahnya upah dan tingkat pendidikan. Hal itu membuat mereka tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya lantaran pendapatan yang lebih kecil dari pengeluaran (Defisit Ekonomi)," kata Yusril kepada Republika, Senin (6/11/2023).
Menurutnya situasi tersebut kian diperparah sejak ditetapkannya UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya. Sehingga, untuk benar-benar merealisasikan kemuliaan dan kesejahteraan ekonomi pekerja di DIY dan tujuan Keistimewaan DIY, gubernur diminta untuk secara serius memperbaiki upah buruh.
"Karena upah yang layak dan adil akan mengikis ketimpangan pendapatan, meningkatkan daya beli, dan secara bertahap akan mengurangi kemiskinanyang akut di Daerah Istimewa Yogyakarta," ujarnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pimpinan Kota Yogyakarta menuntut agar UU Cipta Kerja beserta turunannya dicabut.
FPPI juga mendesak gubernur DIY menetapkan UMK DIY 2023 sebesar Rp 4.131.970 untuk Kota Yogyakarta, Rp 4.099.637 untuk Sleman, Rp 3.708.600 untuk Bantul, Rp 3.169.966 untuk Kulonprogo, dan Rp 3.590.617 untuk Gunungkidul.
"Berikan pendidikan murah untuk anak buruh, turunkan harga sembako, dan bentuk Perda Jaminan Sosial untuk buruh di DIY," kata Yusril saat menyampaikan sejumlah tuntutan.
Aksi tersebut digelar di Titik KM Nol Yogyakarta pada Senin (6/11/2023). Dalam aksi ini, massa aksi juga menyuarakan kemerdekaan 100 persen untuk Palestina.