Rabu 08 Nov 2023 21:53 WIB

Harga Pakan Unggas Makin Mahal, Peternak Kian Terjepit 

Pakan unggas saat ini sudah dihargai rata-rata Rp 9.000 per kg atau naik 70 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Friska Yolandha
Petani memanen jagung di Kedungguwo, Sukomoro, Magetan, Jawa Timur, Kamis (5/10/2023). Jagung adalah salah satu bahan pakan ayam.
Foto: Antara/Siswowidodo
Petani memanen jagung di Kedungguwo, Sukomoro, Magetan, Jawa Timur, Kamis (5/10/2023). Jagung adalah salah satu bahan pakan ayam.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Harga pakan unggas masih terus mengalami kenaikan hingga membuat para peternak ayam pedaging atau broiler kian terjepit. Sementara, harga jual ayam di tingkat peternak tak kunjung mengalami perbaikan dalam empat tahun terakhir. 

Ketua Umum Peternak Pembudidaya Unggas Niaga (PPUN), Wismarianto, menyampaikan, pakan unggas saat ini sudah dihargai rata-rata Rp 9.000 per kg atau naik 70 persen dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai catatan, pakan berkontribusi sekitar 70 persen dari total biaya produksi. 

Baca Juga

“Harga bahan baku pakan itu naik sehingga sebabkan naiknya harga pakan. Repotnya ini tidak disertai dengan kenaikan harga ayam hidup, bahkan harganya turun,” kata Wismarianto saat ditemui Republika.co.id di Bogor, Rabu (8/11/2023). 

Selain pakan, bibit ayam usia sehari atau day old chick (doc) juga masih cukup mahal yakni sekitar Rp 7.000 per hari atau di atas acuan pemerintah Rp 5.500-Rp 6.500 per kg. 

“Jadi kurang lebih ongkos produksi ayam di peternak bisa Rp 21.500 per kg, tapi harga ayam saat ini kurang lebih antara Rp 18 ribu-Rp 19 ribu per kg, jadi rugi sekitar Rp 2.500-Rp 3.000 per kg,” kata Wismarianto.

Sejauh ini, pemerintah juga tidak dapat menetapkan harga eceran tertinggi untuk harga pakan ayam broiler. Pasalnya, pakan broiler merupakan pakan olahan yang diproduksi oleh pabrikan. 

Lebih lanjut, ia menambahkan, seluruh pemangku kepentingan harus dapat duduk bersama membahas harga pakan yang kian tinggi. Menurut dia, bila harga pakan diatur, produsen bisa saja menurunkan harga. Namun, pasti akan berdampak pada kualitas yang bisa berimbas pada unggas itu sendiri yang kembali merugikan peternak. 

“Ini jadi masalah yang krusial, harus kita diskusikan untung ruginya bagaimana kalau mau diatur, karena ini menyangkut keseluruhan,” katanya. 

Yang jelas, kata Wismarianto, peternak broiler saat ini tengah dalam kondisi terhimpit dan terlilit utang. Ia pun berharap agar pemerintah, perusahaan perunggasan dapat duduk bersama, setidaknya agar harga jual ayam bisa dinaikkan sesuai acuan pemerintah. 

Sebab, kata dia, para peternak unggas pun tidak bisa menaikkan harga secara pihak karena berlaku hukum pasar. Peternak yang berani menaikkan harga di saat harga pasar rendah justru akan kehilangan konsumen. 

Sebagaimana diketahui, Badan Pangan Nasional telah mengatur harga acuan pembelian harga ayam hidup di tingkat peternak sebesar Rp 21 ribu-Rp 23 ribu per kg. Kisaran harga itu masih dinilai memberikan keuntungan wajar bagi peternak. 

Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan, Badan Pangan Nasional, Maino Dwi Hartono, mengatakan, pemerintah saat ini memang baru dapat mengatur harga jagung pakan yang mana lebih banyak digunakan oleh peternak ayam petelur atau layer.

Ketika harga jagung mengalami kenaikan imbas ongkos produksi yang juga meningkat dari petani jagung, pemerintah bisa memberikan subsidi ongkos transportasi untuk meredam kenaikan harga. 

“Nah, karena pakan broiler ini barang jadi (olahan pabrik) kita agak repot, karena kita tidak bisa subsidi pakan (perusahaan),” kata Maino. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement