REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Budi daya lidah buaya (Aloe Vera) kini semakin diminati di DI Yogyakarta setelah kesuksesan pembinaan pengolahan lidah buaya Rasane Vera di Kabupaten Gunungkidul. UMKM binaan lembaga filantropi Dompet Dhuafa ini telah berhasil memasarkan produknya sebagai oleh-oleh khas DI Yogyakarta.
Akan tetapi, permintaan yang semakin tinggi akan produk olahan lidah buaya ini tidak diimbangi dengan jumlah bahan bakunya yang masih dianggap sedikit. Untuk itu, Dompet Dhuafa memperluas binaannya hingga ke Sojomerto Kidul, Sidomulyo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Melalui program wakaf produktif, Dompet Dhuafa melakukan pemberdayaan ekonomi dengan menggandeng warga setempat untuk membudidaya lidah buaya.
SPV Ekonomi Dompet Dhuafa Yogyakarta, Imam Hidayat menjelaskan budi daya lidah buaya dianggap lebih menguntungkan untuk masyarakat setempat yang mata pencahariannya adalah berjualan bibit.
"Di sini belum ada yang budi daya lidah buaya, jadi kami mencoba menawarkan alternatif komoditi yang lebih menguntungkan untuk ditanam oleh masyarakat Sidomulyo," jelas Imam ketika kunjungan ke lahan Wakaf Produktif Dompet Dhuafa di Salaman, Kabupaten Magelang, Rabu (8/11/2023).
Lidah buaya diketahui sebagai salah satu tanaman yang cukup mudah untuk dibudidayakan. Tanah yang subur, air, dan cahaya yang cukup akan membuat tanaman ini tumbuh subur bahkan tidak akan mati.
Apalagi produk turunannya yang banyak, tidak hanya minuman aloe, lidah buaya yang dibudidaya oleh petani di Gunungkidul juga diproduksi oleh Rasane Vera menjadi permen, jenang, pelembut nasi, hingga bahan baku kosmetik.
Menurut Imam, beberapa kali kelompok wanita tani (KWT) di Gunungkidul mendapatkan tawaran kerja sama dari perusahaan kosmetik besar, akan tetapi mereka tidak mampu memenuhi target bahan baku lidah buaya yang perusahaan kosmetik minta. Oleh karena itu, ketika ada tanah wakaf di Salaman, Dompet Dhuafa kemudian memanfaatkannya untuk duplikasi budi daya Aloe Vera Gunungkidul ke tempat tersebut.
"Asumsinya budi daya lidah buaya di sini akan lebih sukses dari Gunungkidul, karena jenis tanah lebih baik dan pasokan air lebih banyak. Kami buat sumur bor di sini untuk antisipasi kekeringan," ujarnya.
Dompet Dhuafa kemudian menggandeng seorang local hero atau warga setempat yang bisa membudidayakan lidah buaya di tanah wakaf seluas 1600 meter persegi. Untuk tahap awal, baru sekitar 600 meter persegi yang ditanami pada akhir Oktober 2023 lalu dengan bibit yang berasal dari Gunungkidul.
Dalam waktu tujuh bulan, lidah buaya yang ditanami di lahan tersebut akan dipanen sebagai bibit kembali dan ditanam di lahan 1000 meter persegi sisanya. Setelah itu lidah buaya dapat dipanen satu kali hingga dua kali setiap bulannya, dengan asumsi omzet per panen rata-rata Rp 900 ribu untuk 600 meter persegi.
Dari omzet tersebut, profit sharing nya yaitu 60 persen untuk pengelola, sedangkan 40 persen dikembalikan lagi untuk pengembangan kelompok tani di wilayah tersebut.
"Kami harap ketika melihat hasilnya, masyarakat akan mau bergabung untuk budidaya lidah buaya. Nanti bisa kita buat sentra produksi di sini, dan mencari prospek toko oleh-oleh di Magelang, karena ongkos kirim ke Gunungkidul kan mahal," kata Imam.
Menurut local hero budi daya lidah buaya di tempat tersebut, Imam Sudrajad, budi daya lidah buaya lebih menjanjikan karena dalam setahun bisa terus panen, tidak seperti budi daya buah-buahan yang hanya bisa saat musim penghujan.
"Perawatannya juga lebih mudah Aloe Vera karena minim penyakit. Kalau pembibitan buah apalagi musim hujan pasti kena penyakit jika tidak disemprot anti hama," katanya.
Ia pun sudah mengedukasi warga sekitar mengenai budi daya lidah buaya ini. Bahkan sudah banyak warga yang menunggu ketertarikan akan budi daya lidah budaya dan berharap hasil yang bagus dari budi daya yang sedang dirintis Sudrajad tersebut.
"Mudah-mudahan bisa jadi motivasi warga sini, kalau bagus hasilnya mereka ikutan. Harapannya bisa mengangkat perekonomian masyarakat di sini," ujar Sudrajad.