REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka atas kasus dugaan suap dan gratifikasi. Menanggapi soal itu, Calon Presiden (Capres) Koalisi Perubahan, Anies Rasyid Baswedan ingin pemerintahan kedepan jauh dari praktik korupsi.
"Prinsipnya kita ingin pemerintahan itu bersih, pemerintahan itu terbebas dari pratik-praktik korupsi," kata Anies ditemui usai acara Gatherin Nasional Turun Tangan ke-VIII di Grand Serela Yogyakarta, Jumat (10/11/2023).
Anies mengungkapkan salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pencegahan, dan memberikan guideline dari awal. Selain itu penegakan hukum juga harus dilakukan secara adil.
"Jangan masuki wilayah praktik korupsi, lakukan pencegahan, dan apabila kemudian terjadi ya tegakkan hukum secara adil, jalankan dengan adil sehingga ada kepastian hukum sehingga rakyat merasa keadilan itu tegak bagi semua," ucapnya.
Sebelumnya KPK telah menandatangani surat penetapan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap. Surat penetapan tersangka sudah ditandatangani dua pekan lalu.
"Penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tandatangani sekitar dua minggu lalu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Alex juga mengatakan pihaknya turut menetapkan tersangka lain dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut. "Empat tersangka, dari pihak tiga penerima, pemberi satu," kata Alex.
Untuk diketahui, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK atas dugaan gratifikasi sebesar Rp7 miliar. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso (STS) pada Selasa (14/3) melaporkan Yogi Ari Rukmana selaku asisten pribadi Eddy Hiariej, dan advokat Yosie Andika Mulyadi ke KPK.
Sugeng melaporkan keduanya atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.