REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika kaum Muslimin semakin lama semakin kuat di Jazirah Arabia, mereka mulai berpikir untuk mendapatkan hak mereka yang sangat mereka impikan, yaitu beribadah di Masjidil Haram yang sejak enam tahun lamanya terhalang oleh kaum musyrikin. Hingga pada suatu saat Rasulullah ﷺ bermimpi memasuki Kota Makkah serta menunaikan umrah dan tawaf di sana.
Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab Ar-rahiqul Makhtum, maka esok harinya Rasulullah ﷺ beritakan hal tersebut kepada para sahabat, lalu beliau perintahkan mereka untuk bersiap-siap melakukan safar untuk umrah.
Pada hari senin bulan Dzulqaidah tahun keenam Hijriyah berangkatlah Rasulullah ﷺ bersama 1.400 orang sahabat tanpa senjata perang kecuali pedang di dalam sarungnya. Isteri yang ikut bersama Rasulullah ﷺ saat itu adalah Ummu Salamah. Setibanya di Dzulhulaifah, Rasulullah ﷺ mulai melakukan ihram untuk umrah.
Sementara itu, kaum kafir Quraisy yang mendengar kedatangan Rasulullah ﷺ sepakat menghalangi kedatangan beliau apapun caranya.
Mengetahui gelagat tersebut, Rasulullah ﷺ mengubah rute perjalanannya, Sampai akhirnya beliau singgah di sebuah tempat bernama Hudaibiah.
Di tempat tersebut Rasulullah ﷺ menyatakan dengan tegas kepada Badil bin Warqa' al Khuza'i, orang yang bersedia menjadi penengah antara kaum muslimin dan orang-orang kafir bahwa kedatangannya semata-mata ingin menunaikan umrah, bukan untuk berperang, namun jika orang orang Quraisy memerangi mereka, maka Rasulullah ﷺ tanpa ragu akan memerangi mereka pula.
Lihat halaman berikutnya >>>