Kamis 16 Nov 2023 09:31 WIB

Demi Netralitas Pemilu, Pejabat Publik Terkait Tim Pemenangan Pilpres Harus Mundur

Bila aparat tak netral, pemilu curang akan picu gejolak masyarakat

Tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) memegang nomor urutnya pada Pilpres 2024, di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (14/11/2023) malam.
Foto: Tangkapan Layar
Tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) memegang nomor urutnya pada Pilpres 2024, di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (14/11/2023) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan semakin mendekatnya masa kampanye Pemilihan Umum 2024, pada 28 November, para pejabat publik yang terkait tim pemenangan Pilpres dan Pileg didesak untuk segera mengajukan pengunduran diri. Hal ini demi menjaga netralitas ASN, TNI-Polri di lingkungan instansi yang dipimpinnya.

Desakan tersebut disampaikan oleh pengamat militer Selamat Ginting dan pakar komunikasi politik Hendri Satrio dalam acara Menara Perubahan Talks, yang diselenggarakan relawan Menara Perubahan di Jl. Sungai Sambas, Jaksel, Rabu (15/11) pagi.

Selamat Ginting memerinci para pejabat publik yang harus mundur karena berpotensi terjadi benturan kepentingan di instansi yang dipimpinnya di antaranya Mahfud MD (Menko Polhukam), Prabowo Subianto (Menhan), dan Gibran Rakabuming Raka (Walikota Solo).

Sementara itu, Hendri Satrio menambahkan, selain pejabat-pejabat tersebut, para pejabat yang berpotensi mengalami benturan kepentingan karen berasal dari partai politik pendukung Capres-Cawapres tertentu juga harus mundur.

Ia menyebut nama Tri Rismaharini (Mensos), Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), Zulkifli Hasan (Mendag) juga harus mundur dari jabatannya.

"Mereka mimimpin instansi yang kebijakannya bisa mempengaruhi hajat hidup orang banyak," ujar Hendri.

Tegakkan Sapta Marga

Terkait pimpinan TNI Polri yang disebut-sebut All the Presiden Men, Selamat Ginting mengakui semuanya memiliki kedekatan  karena pernah menjabat Kapolri atau Dandim di Solo, saat Jokowi menjadi Walikota Solo sehingga mereka disebut All the President's Men. Namun ia mengingatkan di era Pak Harto dulu All the President's Men itu tidak mampu mengawal Pak Harto, tidak mampu membendung arus massa yanf menginginkannya turun.

"Karena itu mereka justru harus membuktikan bgm menjaga netralitas, harus jadi Sapta Margais sejati, bahwa mereka tidak boleh berpolitik, karena politik mereka adalah politik negara," tutur Selamat Ginting.

Hendri Satrio juga meminta agar rakyar harus bersatu karena hanya dengan demikian mereka bisa menolak kemauan elit yang mendorong TNI-Polri tidak netral karena mendukung pasangan calon tertentu dalam Pilpres.

"Kalau ekonomi sulit masyarakat akan marah dan bergejolak. Demikian juga kalau terjadi kecurangan-kecurangan," ungkap Hendri.

Ia mengingatkan para pejabat agar tidak meremehkan sejarah yg sudah mengajarkan kita bagaimana segala hal bisa terjadi bila rakyat marah sebagai peristiwa jatuhnya Soeharto pada 1998.

Mengenai kemungkinan terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2024, Hendri Satrio menambahkan, kemungkinan itu bisa terjadi, karena yang menentukan hasil Pemilu bukan saja pemilih tetapi juga tukang hitung hasil pemilu.

"Tapi kita percayakan TNI Polri akan menjaga keamanan negara," pungkas Hendri.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement