REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kantor Imigrasi di Bali menetapkan sanksi deportasi kepada 289 warga negara asing (WNA) sejak Januari hingga 13 November 2023 yang berasal dari 55 negara. Salah satu penyebabnya karena melanggar aturan keimigrasian.
Pada Kamis (16/11/2023), Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Bali Romi Yudianto mengatakan, WNA yang sudah dideportasi itu dimasukkan ke dalam daftar penangkalan. Jumlah WNA dideportasi itu lebih tinggi dibandingkan pada 2022 mencapai 188 WNA diusir dari Bali.
Berdasarkan data Kanwil Kemenkumham Bali, dari 289 WNA itu, sebanyak 66 orang di antaranya masih ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dan sebanyak 223 orang di antaranya sudah dipulangkan ke negara masing-masing. Ada pun asal WNA itu yang paling banyak dideportasi dari Rusia sebanyak 73 orang, Amerika Serikat (21), Australia dan Inggris masing-masing 17 orang, Nigeria ada 10 orang, dan Cina ada 13 orang.
WNA yang dikenakan sanksi itu di antaranya menyalahgunakan izin tinggal, melewati izin tinggal, tindakan kriminal hingga melanggar norma dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 tahun 2023 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 209 menyebutkan WNA yang didetensi di Rumah Detensi Imigrasi karena salah satunya menunggu dideportasi, tidak memiliki dokumen perjalanan sah, dan mendapat tindakan administrasi berupa pembatalan izin tinggal karena melanggar hukum atau mengganggu keamanan dan ketertiban.
Pada pada pasal 214 dalam PP itu disebutkan apabila deportasi belum dapat dilakukan, detensi WNA dapat dilakukan paling lama 10 tahun. Sementara itu, berdasarkan pasal 7 pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor M.05.IL.02.01 tahun 2006 soal rumah detensi imigrasi (Rudenim) menyebutkan perawatan WNA yang didetensi meliputi penyediaan makanan, tempat tidur, pelayanan kesehatan, dan pembinaan rohani.
Sedangkan sesuai pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, WNA yang dideportasi kemudian mendapat penangkalan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Selain itu, penangkalan dapat dilakukan seumur hidup kepada WNA dideportasi itu karena dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum, yang diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi.