REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, memiliki pandangan bahwa pendidikan merupakan salah satu alat untuk memberantas kemiskinan di Indonesia. Ia pun menawarkan salah satu visinya, yakni "Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana".
"Kita melihat bagaimana kita mengangkat derajat orang miskin melalui pendidikan satu keluarga miskin, satu sarjana insya Allah ini akan mendorong mereka lepas dari itu," ujar Ganjar dalam dialog publik yang digelar oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Kamis (23/11/2023).
Pendidikan merupakan salah satu tanggung jawab negara terhadap warganya. Termasuk menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan, apalagi jika didukung oleh kurikulum siap kerja bagi mereka yang mengenyam pendidikan tersebut.
Termasuk di dalamnya adalah sektor kreatif atau yang ia sebut dengan istilah ekonomi hijau. Di mana sektor kreatif tersebut kini menjadi salah satu kerangka dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
"Maka kemudian kita perlu kurikulum siap kerja, ini sebenarnya kita mau pakai ekonomi hijau itu butuh lapangan kerja. Digitalisasi Rp 1.300 triliun investasi yang kita butuhkan itu menciptakan lapangan kerja," ujar Ganjar.
GASPOL menjadi singkatan dari program unggulannya ketika nanti terpilih pada Pilpres 2024. Di mana "S" merupakan kepanjangan dari "Sikat", yang dimaksudkan untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Karena ini menjadi penyakit di Republik Indonesia ini dan "Pol" nya kita memoles birokrasi yang melayani, yang analistik, bukan sekadar administrasi," ujar mantan gubernur Jawa Tengah itu.
Dalam dialog publik tersebut, panelis bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial, Mukhaer Pakkana, menyinggung ihwal kemiskinan di Jawa Tengah. Pada periode pertama Ganjar di Jawa Tengah, ia hanya mampu menekan sekira 420 ribu warga miskin.
Namun, pada periode kedua, Ganjar hanya mampu menekan 80 ribu warga miskin di Jawa Tengah. Hal tersebut dipandangnya tak sesuai dengan visi-misi capres nomor urut 3 itu, yang ingin menekan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 2,5 persen.
"Problem Jateng dengan Indonesia saya kira berbeda Pak Ganjar, Pak Mahfud. Nah, ini perlu dielaborasi karena mimpinya sangat tinggi," kata Muhaer.