REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar telah mengumumkan bahwa gencatan senjata selama empat hari antara Israel dan kelompok Palestina Hamas,akan dimulai pada pukul 07.00 waktu setempat pada Jumat (24/11/2023). Penghentian singkat pertempuran yang telah berlangsung sejak 7 Oktober disambut baik setelah berminggu-minggu pemboman intensif dan memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza.
Apa isi perjanjian ini, bagaimana kelanjutannya, dan apa yang bisa diharapkan di masa depan? Berikut ini penjelasannya dikutip dari Aljazirah.
Kapan gencatan senjata dimulai?
Juru bicara Kementerian Luar Negeri di Qatar Majed al-Ansari mengatakan pada Kamis (23/11/2023), bahwa gencatan senjata akan mulai berlaku pada hari Jumat (24/11/2023) pukul 07.00 waktu setempat. Sedangkan pada pukul 16.00, 13 sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza akan dibebaskan.
Apa saja yang termasuk dalam kesepakatan itu?
Komponen utama adalah jeda dalam pertempuran dan pertukaran tawanan Hamas dengan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel. Kemudian penghentian lalu lintas udara di Gaza utara pada jam-jam tertentu dan seluruh Gaza selatan.
Bagaimana cara para sandera dan tahanan dibebaskan?
Selama empat hari, Hamas akan membebaskan 50 perempuan dan anak-anak, dari sekitar 240 orang yang ditawan oleh kelompok tersebut selama serangannya di Israel selatan pada 7 Oktober. Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Mereka adalah korban pendudukan Israel yang memasukkan ke dalam penjara tanpa proses hukum yang layak.
Israel telah memberikan daftar sekitar 300 tahanan Palestina yang mungkin dibebaskan. Dari daftar itu tidak satupun dari mereka dituduh melakukan pembunuhan dan banyak dari mereka ditahan secara sewenang-wenang tanpa diadili. Israel mengatakan pasukannya akan melarang perayaan pembebasan itu.
Laporan Army Radio mengatakan, bahwa gelombang pertama yang terdiri dari 39 tahanan Palestina akan dibebaskan sekitar pukul 20.00 pada Jumat. Pembebasan hanya akan terjadi jika sandera yang ditahan di Gaza sudah berada di wilayah Israel.
Israel mengatakan, jeda akan diperpanjang satu hari untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan. Qatar juga menyatakan bahwa Komite Palang Merah Internasional (ICRC) akan bekerja di Gaza untuk membantu memfasilitasi proses pembebasan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel telah menerima daftar orang-orang yang dibebaskan dan telah memberi tahu keluarga mereka. Perkembangan ini membawa kelegaan bagi sebagian orang, tetapi menimbulkan keputusasaan bagi sebagian lainnya.
Bagaimana dengan aktivitas bersenjata?
Ketika ditanya tentang status aktivitas bersenjata berdasarkan perjanjian tersebut, kepala perundingan Qatar Mohammed Al-Khulaifi mengatakan, tidak ada serangan apa pun yang akan terjadi. “Tidak ada gerakan militer, tidak ada ekspansi, tidak ada apa-apa,” katanya.
Hamas mengatakan, Israel setuju untuk menghentikan lalu lintas udara di Gaza utara dan selatan mulai pukul 10.00 hingga pukul 16:00 setiap hari. Kelompok tersebut menjelaskan, Israel setuju untuk tidak menyerang atau menangkap siapa pun di Gaza.
Kesepakatan ini akan membuat orang-orang dapat bergerak bebas di sepanjang Jalan Salah al-Din, jalan utama dengan banyak warga Palestina meninggalkan Gaza utara, tempat Israel melancarkan invasi darat. Hamas juga mengatakan, bahwa sayap bersenjatanya dan semua faksi Palestina lainnya akan menghentikan semua aktivitas militer ketika gencatan senjata mulai berlaku.
Kelompok yang memimpin wilayah Gaza ini mengatakan, bahwa 200 truk bantuan dan empat truk bahan bakar akan diizinkan masuk ke Gaza setiap hari. Pengiriman itu sangat berarti bagi warga sipil Palestina terhuyung-huyung dari krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh pemboman Israel selama berminggu-minggu dan pembatasan keras terhadap akses terhadap makanan, bahan bakar, listrik dan air.
Apakah ini akhir dari pertarungan?
Mungkin tidak. Meskipun negara-negara seperti Qatar, kelompok kemanusiaan, dan para pemimpin dunia telah menyatakan harapan bahwa gencatan senjata tersebut dapat membuka jalan bagi gencatan senjata jangka panjang. Namun Israel maupun Hamas telah menyatakan niatan untuk terus melanjutkan konflik tersebut.
Juru bicara sayap bersenjata Hamas Abu Obeida mengatakan pada Kamis, bahwa pejuang Palestina tetap siap menghadapi pasukan Israel selama perang berlanjut. Dia menyerukan perlawanan terhadap pasukan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Sedangkan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyebut jeda yang akan datang sebagai jeda singkat. "Pada akhirnya pertempuran akan terus berlanjut secara intens, dan kami akan menciptakan tekanan untuk membawa kembali lebih banyak sandera,” ujarnya dalam wawancara dengan unit operasi khusus angkatan laut pada Kamis.
“Setidaknya dua bulan lagi pertempuran diperkirakan akan terjadi,” katanya.
Pekan ini, Netanyahu juga menegaskan kesepakatan itu merupakan jeda, bukannya akhir perang. “Kami sedang berperang, dan kami akan melanjutkan perang. Kami akan melanjutkannya sampai kami mencapai semua tujuan kami," ujarnya.