REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Gencatan senjata dan jeda kemanusiaan telah memberi kesempatan bagi warga kota Gaza untuk merasakan kenikmatan sementara tidur, makan dan pemulihan diri dari cedera fisik dan mental selama perang berlangsung.
Warga Gaza mengatakan mereka berharap dapat kembali berjalan di jalanan, sementara yang lain akan mencari jasad orang-orang terkasih di bawah reruntuhan.
Selama tujuh pekan, Hussam Saleem hidup di bawah suara bom yang terus berdentum di sekitar rumahnya di Kota Gaza. Ketika gencatan senjata sementara yang disepakati antara Israel dan Hamas dimulai pada hari Jumat (24/11/2023), salah satu prioritas pertama pria berusia 60 tahun ini adalah tidur.
"Kami sangat membutuhkan istirahat ini. Kami ingin tidur, pergi ke pasar, mencari kebutuhan dasar yang tidak dapat kami berikan kepada anak-anak kami selama beberapa pekan terakhir," kata Saleem kepada Middle East Eye, Sabtu (25/11/2023).
Akhirnya, Saleem dan 2,3 juta warga Palestina lainnya di Jalur Gaza akan mendapatkan jeda beberapa hari. Dengan jeda pertempuran selama empat hari tersebut, memungkinkan pertukaran 50 tawanan Israel dan 150 tawanan Palestina.
Atau begitulah harapan mereka. Gencatan senjata seharusnya dimulai pada Kamis, (23/11/2023), tetapi telah ditunda karena masalah "logistik" karena negosiasi yang penuh dengan penuh ketegangan akan terus berlanjut.
Israel telah melancarkan kampanye pengeboman tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan yang dipimpin Hamas terhadap komunitas Israel pada tanggal 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.200 orang. Pengeboman tersebut, dibalas Israel dengan blokade dan serangan darat, telah merenggut nyawa lebih dari 14 ribu warga Palestina, termasuk lebih dari 5.000 anak-anak.
Setelah empat hari berakhir, gencatan senjata dapat diperpanjang satu hari untuk setiap 10 tawanan yang dibebaskan, dengan batas waktu 10 hari. Sekitar 240 orang yang diculik oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober diyakini masih berada di Gaza.
Baca juga: Syekh Isa, Relawan Daarul Quran di Gaza Syahid Sekeluarga dan Kisah Putri Dambaannya
Saleem percaya bahwa jeda waktu tersebut terlalu singkat. Dia mengatakan bahwa ia dan keluarganya berharap Israel dan Hamas menggunakan waktu ini untuk merundingkan gencatan senjata yang lebih lama untuk mengakhiri perang ini.
"Kami tidak ingin jeda saja, kami ingin perang ini berakhir apapun yang terjadi. Kami sudah lelah, Jalur Gaza sudah hancur, kami tidak bisa menerima lebih banyak pembunuhan dan kehancuran," katanya.