Ahad 26 Nov 2023 21:44 WIB

Gunung Anak Krakatau Erupsi, Tinggi Kolom Abu 450 Meter  

Status Gunung Anak Krakatau level III masih siaga

Rep: Mursalin Yasland / Red: Nashih Nashrullah
Anak krakatau erupsi, ilustrasi. Status Gunung Anak Krakatau level III masih siaga
Foto: PVMBG via AP
Anak krakatau erupsi, ilustrasi. Status Gunung Anak Krakatau level III masih siaga

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Setelah dua bulan senyap, Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda (Sumatra–Jawa) mengalami erupsi lagi pada Ahad (26/11/2023) sekira pukul 12.28. Tinggi kolom abu terpantau sekira 450 meter dari puncak GAK atau sekira 607 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Kepala Pos Pemantau GAK di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Andi Suardi membenarkan GAK terjadi erupsi lagi. “Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm dan durasi lebih kurang 32 detik,” kata Andi Suardi kepada Republika.co.id, Ahad (26/11/2023). 

Baca Juga

Menurut dia, kolom abu GAM teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal condong ke arah timur laut. Saat ini GAK berada pada Status Level III (Siaga) dengan rekomendasi, masyarakat, pengunjung, wisatawan, pendaki tidak mendekati GAK. 

“Statusnya masih Level III Siaga, dilarang mendekati radius lima kilometer dari kawah aktif,” kata Andi Suardi. 

Berdasarkan keterangan yang diperoleh, warga bermukim di Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan, dapat menyaksikan aktivitas erupsi GAK pada malam hari. Sedangkan kolom abu hasil erupsi dapat dilihat dengan jelas pada siang hari dengan mata telanjang karena pulau tersebut hanya berjarak belasan kilometer. 

“Kalau ada letusan Anak Krakatau jelas terdengar jelas, sedangkan pijaran lava merahnya keliatan jelas dari sini (Pulau Sebesi) malam hari. Abunya melambung ke langit juga jelas siang hari,” kata Yusuf, warga Desa Regahan Lada III, Pulau Sebesi. 

Dia mengatakan, bunyi letusan atau kegempaan dari ledakan GAK selalu terdengar dan terjadi kerap setiap hari dengan bunyi letusan kecil atau besar. Warga Pulau Sebesi telah terbiasa dengan kondisi aktivitas GAK seperti itu, apalagi pada malam hari. 

Baca juga: Sungai Eufrat Mengering Tanda Kiamat, Bagaimana dengan Gunung Emasnya?

Namun, yang diharapkan warga Pulau Sebesi, dia mengatakan, kejadian pada 22 Desember 2018 lalu, tidak terjadi lagi. Malam itu, warga sedang bersantai menjelang larut malam, tiba-tiba terdengar air laut naik dan ombaknya menghempas rumah warga. 

Ratusan orang meninggal dunia, ribuan rumah warga hancur, termasuk perahu nelayan hilang dan rusak. “Warga kalau ada letusan Anak Krakatau, yang ditakuti terjadi tsunami lagi,” ujar Yusuf.    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement