REPUBLIKA.CO.ID,
Ditulis Oleh Wartawan Republika Muhammad Hafil
Pemerintah dan DPR telah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 2024. Untuk diketahui, BPIH adalah biaya haji yang komponen pembayaran per orangnya terdiri dari Bipih dan nilai manfaat dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Untuk BPIH 2024, total yang dibayar sebesar Rp 93,4 juta. Sementara, Bipih adalah biaya yang harus dibayar oleh jamaah haji. Untuk Bipih 2024, yang harus dibayarkan oleh calon jamaah haji adalah Rp 56 juta.
Sehingga BPIH 2024 ini terdiri dari dua komponen. Yakni, Bipih sebesar Rp 56 juta (60 persen) dan nilai manfaat yang dikelola BPKH sebesar Rp 40,2 juta (40 persen).
Ini artinya, jamaah haji tahun 2024 ini masih mendapat 'subsidi' yang sangat besar dari nilai manfaat BPKH. Yang, notabenenya nilai manfaat ini berasal dari 5,2 juta jamaah haji tunggu yang antreannya sampai bertahun-tahun.
Berarti, bagi anda yang antrean hajinya belasan bahkan puluhan tahun lagi, telah men'subsidi' jamaah haji yang tahun ini berangkat. Termasuk, mensubsidi jamaah haji lunas tunda tahun 2023, 2020 dan 2022 yang gagal berangkat namun berangkat pada tahun 2023 kemarin.
Adilkah?
Anda bisa menilai sendiri. Apalagi, BPKH pernah mensimulasikan bahwa nilai manfaat dana haji ini hanya mampu bertahan sampai 2026 atau 2027. Artinya, nilai manfaat dana haji yang sejatinya milik jamaah haji tunggu yang mengantre akan 'akan dihabiskan' untuk mensubsidi jamaah haji tahun berjalan (2023, 2024, 2025).
Dan, anda yang mengantre di atas 2027 ke atas, bisa jadi nanti membayar hajinya bisa full. Setara BPIH-nya. Inilah yang dikhawatirkan oleh sejumlah pihak, pembiayaan haji Indonesia mirip skema Ponzi.
Saya tak bilang subsidi...