Rabu 06 Dec 2023 15:17 WIB

Setelah AS Larang Penerbitan Visa, Israel Kini Kutuk Aksi Kekerasan Pemukim Yahudi

Menhan Israel kutuk aksi kekerasan pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengunjungi pasukan negaranya yang ditempatkan di dekat perbatasan Jalur Gaza, Kamis (19/10/2023).
Foto: AP
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengunjungi pasukan negaranya yang ditempatkan di dekat perbatasan Jalur Gaza, Kamis (19/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Hal itu disampaikan setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan memberlakukan larangan penerbitan visa bagi warga Israel yang terlibat dalam aksi kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

“Sedihnya, ada kekerasan dari ekstremis yang harus kita kutuk,” kata Gallant dalam konferensi pers pada Selasa (5/12/2023), beberapa jam setelah AS mengumumkan akan memberlakukan larangan visa terhadap individu yang terlibat dalam merusak perdamaian, keamanan atau stabilitas di Tepi Barat.

Baca Juga

Gallant menambahkan, dalam negara hukum seperti Israel, hak untuk menggunakan kekerasan hanya dimiliki oleh mereka yang diberi izin oleh pemerintah. “Dalam kasus kita adalah (tentara Israel), polisi Israel, Shin Bet (dinas keamanan Israel) dan semacamnya. Tidak ada orang lain yang mempunyai wewenang untuk menggunakan kekerasan,” ujarnya. 

Sejak pertempuran di Jalur Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 lalu, situasi di Tepi Barat turut memanas. Pasukan keamanan Israel mengadakan serangkaian penggerebekan dan penangkapan terhadap warga Palestina. Selain itu, terdapat aksi-aksi kekerasan yang dilakukan para pemukim Yahudi ekstremis Israel terhadap warga Palestina di sana. Lebih dari 240 warga Palestina di Tepi Barat dilaporkan terbunuh akibat operasi pasukan Israel dan serangan pemukim Yahudi ekstremis sejak 7 Oktober 2023.

AS menyoroti fenomena kekerasan tersebut. Sebagai respons, Washington memilih langkah larangan visa untuk menghukum mereka yang terlibat aksi kekerasan di Tepi Barat. “Hari ini, Departemen Luar Negeri sedang menerapkan kebijakan pembatasan visa baru yang menargetkan individu-individu yang diyakini terlibat dalam merusak perdamaian, keamanan, atau stabilitas di Tepi Barat,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, Selasa kemarin.

Pemerintah Prancis juga sempat mengutuk meningkatnya aksi kekerasan yang dilakukan pemukim Yahudi Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Menurut Prancis, kekerasan tersebut adalah kebijakan teror dengan tujuan mengusir penduduk Palestina dari Tepi Barat, wilayah yang sudah berada di bawah pendudukan Israel sejak 1967.

“Mengenai Tepi Barat, saya ingin menyampaikan kecaman keras Prancis atas kekerasan yang dilakukan pemukim (Israel) terhadap warga Palestina. Kekerasan yang mempunyai tujuan yang jelas yaitu pemindahan paksa warga Palestina dan kebijakan teror,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Anne-Claire Legendre pada konferensi pers, 16 November 2023 lalu.

Dia menambahkan, Pemerintah Israel haru mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi penduduk Palestina di Tepi Barat. Legendre pun memperingatkan bahwa kebijakan permukiman ilegal Israel merugikan solusi dua negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement