Selasa 12 Dec 2023 06:41 WIB

Rusia: Gara-Gara Veto AS, Pertumpahan Darah di Gaza Terus Berlanjut

Pertumpahan darah yang mengerikan akan terus terjadi karena keputusan AS

AS Veto resolusi gencatan senjata di Gaza
Foto: VOA
AS Veto resolusi gencatan senjata di Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia melayangkan kritik tajam atas keputusan Amerika Serikat (AS) memveto rancangan resolusi di Dewan Keamanan PBB, yang menyerukan penerapan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza. Moskow menilai, pertumpahan darah di Gaza terus berlanjut akibat langkah Washington.

Dalam sebuah pernyataan pada Senin (11/12/2023), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia menyoroti jumlah korban meninggal di Gaza yang telah menembus lebih dari 17 ribu jiwa. Menurut Moskow, alih-alih berupaya menghentikan pertempuran, AS justru memveto rancangan resolusi jeda kemanusiaan di Dewan Keamanan PBB pekan lalu.

Baca Juga

“Ini berarti pertumpahan darah yang mengerikan dan kehancuran yang dahsyat akan terus terjadi karena keputusan satu negara,” kata Kemenlu Rusia, dikutip laman Anadolu Agency. 

Pada Jumat (8/12/2023) pekan lalu, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi rancangan resolusi yang menuntut penerapan gencatan senjata segera di Gaza. Hal itu karena adanya veto dari AS. Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan, sebanyak 13 negara mendukung resolusi yang diajukan Uni Emirat Arab (UEA) tersebut. Sementara AS memilih menentang dan Inggris abstain.

UEA mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan draf resolusi tersebut secepatnya. Hal itu mengingat kian melambungnya jumlah korban meninggal di Gaza akibat agresi Israel. Hampir 100 negara ikut mensponsori rancangan resolusi terkait.

Dalam rancangan resolusi tersebut, semua pihak yang berkonflik diserukan mematuhi hukum internasional, khususnya terkait perlindungan terhadap warga sipil. Resolusi juga menuntut diberlakukannya gencatan senjata kemanusiaan segera. Selain itu Sekretaris Jenderal PBB diminta melaporkan kepada Dewan Keamanan mengenai pelaksanaan gencatan senjata.

Pada 15 November 2023 lalu, Dewan Keamanan PBB sebenarnya telah mengadopsi resolusi 2712 rancangan Malta. Resolusi itu didukung 12 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan. Tiga negara, yakni AS, Inggris, dan Rusia memilih abstain.

Resolusi 2712 menyerukan pentingnya memperpanjang jeda dan koridor kemanusiaan di Gaza selama “jumlah hari yang cukup”. Hal itu guna memungkinkan akses penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi badan-badan serta para mitra PBB dalam menyalurkan bantuan. Resolusi turut menekankan perlunya memastikan bahan bakar diizinkan memasuki Gaza.

Resolusi juga meminta semua pihak tidak merampas layanan dasar dan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi penduduk sipil di Gaza. Selain itu, resolusi turut menyerukan evakuasi orang-orang yang sakit dan terluka di Gaza, khususnya anak-anak.

Meski resolusi Dewan Keamanan bersifat mengikat, Israel menolaknya. Tel Aviv enggan mematuhi resolusi jeda kemanusiaan di Gaza yang sudah disahkan Dewan Keamanan. “Tidak ada tempat untuk jeda kemanusiaan yang berkepanjangan (di Gaza),” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Israel dalam sebuah pernyataan, dikutip surat kabar Israel, Haaretz, 15 November 2023.

Israel enggan menerima jeda kemanusiaan panjang di Gaza selama Hamas belum membebaskan para sandera. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023, Hamas diduga menculik lebih dari 240 orang yang terdiri atas warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement