Rabu 13 Dec 2023 14:36 WIB

Indonesia tidak Tanda Tangani Ikrar Peningkatan Energi Terbarukan di COP28, Ini Alasannya

Indonesia, China, dan India tidak tandatangani dokumen energi terbarukan di COP28.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Ilustrasi Pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).
Foto: Dok. PLN
Ilustrasi Pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga bulan yang lalu di Delhi, India, para pemimpin negara-negara ekonomi utama G20 mendukung peningkatan kapasitas energi terbarukan global sebesar tiga kali lipat pada 2030. Kemudian, pada Sabtu lalu di KTT Iklim COP28, lebih dari 120 delegasi negara menandatangani ikrar serupa dengan menandatangani sebuah dokumen.

Namun, negara-negara G20 seperti Cina, India dan Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Padahal, Cina mendominasi rantai pasokan energi terbarukan. International Energy Agency memperkirakan bahwa Cina dan India akan menggandakan energi terbarukan mereka pada 2027 sehingga mereka akan mencapai kapasitas tiga kali lipat pada 2030 tanpa usaha ekstra. Jadi, mengapa ada keengganan?

Baca Juga

Menurut analisis peneliti dari Centre for Science and Environment, Avantika Goswami, ikrar dalam COP28 dibarengi dengan bahasa anti-batu bara dan target yang lebih menantang untuk menggandakan efisiensi energi, tanpa target keuangan yang terukur. Negara-negara berkembang utama seperti China dan Indonesia diduga merasa khawatir tentang pendanaan dan enggan membuat komitmen di luar proses iklim resmi PBB.

Berbeda dengan kesepakatan G20, Ikrar COP28 menyerukan kepada para penandatangannya untuk mengakhiri investasi yang terus berlanjut pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang tidak berkelanjutan, yang tidak sesuai dengan upaya untuk membatasi kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celsius. Di antara mereka, empat negara G20 yang tidak menandatangani ikrar COP28 membangun lebih dari empat per lima pembangkit listrik tenaga batu bara baru di dunia, menurut Global Energy Monitor.