REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen pada 2023. Hal ini sejalan tren inflasi yang menurun dan nilai mata uang yang stabil.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan Indonesia mencatat pertumbuhan yang kuat sepanjang periode perkiraan, meskipun terjadi perlambatan sedikit ketika boom comodity mulai melemah.
“Pertumbuhan PDB diperkirakan akan sedikit menurun ke rata-rata 4,9 persen pada tahun 2024-2026 dari lima persen pada tahun ini akibat mulai melemahnya lonjakan harga komoditas,” ujarnya dalam Indonesia Economic Prospects, Rabu (13/12/2023).
Konsumsi swasta diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada 2024. Investasi bisnis maupun belanja publik juga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari reformasi dan proyek-proyek baru pemerintah.
Inflasi diperkirakan akan menurun menjadi 3,2 persen pada 2024 dari rata-rata 3,7 persen pada tahun ini, masih berada dalam rentang target Bank Indonesia. Menurunnya inflasi mencerminkan melemahnya harga komoditas serta tingkat pertumbuhan permintaan domestik yang kembali ke tingkat normal setelah pemulihan pascapandemi.
Pada saat yang sama, terdapat tekanan kenaikan pada harga pangan akibat dampak pola cuaca El-Niňo, yang dapat mengganggu produksi pangan di beberapa tempat. Ekspor jasa diperkirakan mendapat manfaat dari pemulihan yang berkelanjutan di sektor pariwisata, sementara harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan global yang melemah akan menghambat ekspor barang.
Pendapatan pemerintah sebagai bagian dari produk domestik bruto diperkirakan meningkat seiring dengan terwujudnya dampak reformasi perpajakan, sementara belanja pemerintah diperkirakan akan secara bertahap kembali ke tingkat prapandemi.
Meskipun saat ini perekonomian Indonesia lebih besar daripada sebelumnya, seperti banyak negara lain, belum pulih sepenuhnya ke trajektori pada masa sebelum pandemi. Hal ini mencerminkan scarring effects dari pandemi ini, termasuk pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas.
Menurutnya prospek ekonomi secara keseluruhan menghadapi berbagai risiko negatif, terutama yang dapat berasal dari luar Indonesia: suku bunga yang lebih tinggi untuk periode yang lebih panjang di negara-negara besar dapat membebani permintaan global, meningkatkan biaya pinjaman, dan mempersulit peminjaman di pasar dunia. Ketidakpastian geopolitik global dapat mengganggu rantai nilai pasokan.
“Indonesia memiliki rekam jejak dalam mengatasi guncangan dan menjaga stabilitas ekonomi,” ucapnya.
Bank Dunia menyebut tantangan bagi negara ini adalah memanfaatkan fundamental ekonomi yang sudah kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, lebih hijau, dan lebih inklusif. Untuk mewujudkannya, penting menjalankan reformasi yang menghilangkan berbagai hambatan yang membatasi pertumbuhan efisiensi, daya saing, dan produktivitas.
Hal ini akan memungkinkan Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik, serta mencapai visinya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045.