REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia mengungkapkan tiga tantangan yang harus dihadapi Indonesia jika ingin menjadi negara maju pada 2045. Dalam konteks ini, tantangan bagi Indonesia adalah membangun pondasi ekonomi makro yang kuat untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, ramah lingkungan dan inklusif.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan salah satu tantangan terberat yang harus dilewati Indonesia adalah berakhirnya booming komoditas dan prospek kenaikan suku bunga global yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
“Kondisi tersebut dapat membatasi ruang gerak kebijakan fiskal dan moneter untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” ujarnya dalam Indonesia Economic Prospects, Rabu (13/12/2023).
Kahkonen memberikan tiga paket reformasi utama yang perlu didorong agar bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi untuk mencapai visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Pertama, reformasi yang ditujukan untuk mengatasi hambatan struktural yang menghambat efisiensi, daya saing, dan pertumbuhan produktivitas.
"Dalam empat tahun terakhir memang Indonesia telah berupaya melakukan reformasi besar, salah satunya melalui omnibus law untuk penciptaan lapangan kerja, termasuk UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, omnibus law sektor keuangan, dan omnibus law sektor kesehatan," ucapnya.
Dia menilai, semua omnibus law dan undang-undang tersebut merupakan langkah maju yang signifikan. Namun, untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, pemerintah harus memastikan implementasi penuh dan cepat, juga melengkapinya dengan reformasi untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
“Hal ini termasuk mengatasi hambatan perdagangan yang masih ada dan hambatan investasi yang masih ada,” ucapnya.
Kedua, reformasi struktural yang dapat meningkatkan ruang kebijakan makro. Menurutnya, kebijakan fiskal di Indonesia telah berhasil membantu menahan guncangan melalui perluasan jaring pengaman sosial, serta program-program bantuan, dan subsidi yang tepat sasaran.
Reformasi terakhir, terkait perubahan iklim. Kebijakan fiskal, keuangan, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dinilai dapat juga membantu mengatasi perubahan iklim.
“Kebijakan perdagangan dapat digunakan untuk membangun Indonesia menyaring ekspor yang penting dan memastikan Indonesia memiliki akses ke teknologi terbaik yang tersedia dari seluruh dunia. Tindakan-tindakan ini tidak hanya baik untuk iklim, tetapi akan meningkatkan pertumbuhan Indonesia dalam jangka panjang,” ucapnya.
Sementara itu Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab menambahkan Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat ketahanan sekaligus memperlambat emisi gas rumah kaca. Transisi Indonesia menuju perekonomian rendah karbon dan berketahanan iklim sebenarnya dapat membawa kepada fase baru pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
“Indonesia dapat memanfaatkan kemajuan yang telah dicapai dalam mengatasi tantangan perubahan iklim melalui kebijakan fiskal, keuangan, dan perdagangan,” ucapnya.
Menurutnya kebijakan fiskal dapat membantu meningkatkan pendapatan dan mendisinsentifkan penggunaan bahan bakar fosil. Instrumen fiskal seperti obligasi hijau dapat memobilisasi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
“Reformasi kebijakan perdagangan dapat mempermudah impor produk yang diperlukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” ucapnya.
Rab menyebut Indonesia dapat mempercepat transisi hijau dengan mengembangkan rencana untuk menyelesaikan reformasi subsidi bahan bakar dan memperluas penetapan harga karbon. Hal ini dapat menyederhanakan atau secara bertahap menghapuskan langkah-langkah perdagangan non-tarif terhadap barang-barang hijau.
“Melalui serangkaian tindakan yang ditargetkan, Indonesia dapat mendorong penggerak produktivitas dan efisiensi, membantu mengurangi biaya jangka pendek pengurangan emisi dan adaptasi, sekaligus memperkuat prospek pertumbuhan jangka panjang,” ucapnya.