Jumat 15 Dec 2023 14:23 WIB

Pengamat Apresiasi dan Sambut Positif Pendirian Sub Holding PalmCo 

PTPN dipercaya mampu berkontribusi meningkatkan produksi CPO nasional.

Setelah sukses membentuk SugarCo pada 2021, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) terus mengakselerasi pembentukan subholding lainnya, yakni PalmCo dan SupportingCo.
Foto: PTPN III
Setelah sukses membentuk SugarCo pada 2021, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) terus mengakselerasi pembentukan subholding lainnya, yakni PalmCo dan SupportingCo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyambut positif dan mengapresiasi langkah Pemerintah melalui PTPN Group yang resmi mendirikan sub holding PalmCo, khusus mengelola bisnis kelapa sawit. Pembentukan ini dilakukan dengan mergernya PTPN V, PTPN VI, dan PTPN XIII ke PTPN IV selaku entitas bertahan, dan pemisahan tidak murni sebagian aset serta liabilitas PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV.

Piter Abdullah meyakini, jika dikelola dengan baik dan professional, maka sub Holding PalmCo akan dapat mendukung hilirisasi komoditas sawit, ketahanan pangan nasional dan energi terbarukan, serta memastikan stok minyak goreng untuk industri dan rumah tangga.

“Saya memandang positif sekali apa yang dilakukan Pemerintah dengan mendirikan PalmCo sebagai perusahaan pengolahan kelapa sawit karena bisa mendorong membatu proses hilirisasi dan mengatasi masalah sawit lain,” ujarnya, menjawab wartawan di Jakarta, belum lama ini.

Di sisi lain, dia mengatakan, PTPN IV PalmCo akan menghadapi tantangan untuk mencapai targetnya. Namun, menurutnya, terbentuknya BUMN khusus mengelola sawit sudah menjadi langkah awal yang baik untuk menyeimbangkan kebutuhan dalam negeri dalam industri sawit nasional yang saat ini didominasi oleh perusahaan swasta. 

“Kalau membahas tantangan, ini sebenarnya yang paling utama itu ada dulu. Ada dulu (resmi mendirikan PalmCo-red). Jadi sebagai langkah awal, ini sudah sangat bagus. Dengan adanya BUMN fokus masuk ke dalam industri sawit, menurut saya, jauh lebih baik,” ujarnya.

Alasannya, dia memaparkan, peran BUMN dan Pemerintah selama ini dalam industri sawit terlalu kecil karena dikuasai oleh perusahaan swasta. Kondisi ini, ujarnya, menyebabkan Pemerintah sulit melakukan kendali ketika terjadi gejolak harga, terbukti ketika terjadi masalah kelangkaan minyak goreng di pasar.

“Pemerintah tidak bisa mengintervensi karena tidak punya produknya. Pemerintah mau mengendalikan harga, misalnya Rp14 ribu per kg tidak bisa karena yang punya barang bukan Pemerintah,” lanjut Piter Abdullah.

Jadi, lanjutnya, PalmCo diharapkan dapat menyeimbangkan kondisi itu karena perusahaan ini dapat menjadi perpanjang tangan Pemeritah di industri sawit. Dengan Pemerintah terjun langsung di industri sawit, jelasnya, kemampuan Pemerintah mengendalikan harga, jika dibutuhkan, akan lebih kuat.    

Tantangan PalmCo

Untuk memastikan PalmCo dikelola dengan baik, dia mengatakan Pemerintah harus serius menempatkan orang-orang terbaik untuk memimpin perusahaan.

Selain itu, PalmCo harus didukung dengan kebijakan yang tepat dan konsisten. Itulah, menurutnya, bentuk intervensi Pemerintah, yaitu mendukung dengan regulasi tepat dan konsisten untuk membantu perusahaan mencapai targetnya.  

Di internal Grup perusahaan sendiri, dia mengatakan harus dipastikan bahwa perusahaan induk (holding) juga berjalan, seiring dengan strategi dan rencana bisnis PalmCo. 

Dengan demikian, Piter Abdullah meyakini potensi PalmCo sangat besar di industri sawit yang merupakan komoditas perkebunan andalan Indonesia. 

“Indonesia perlu bersyukur dan berbangga hati untuk memiliki sawit, Indonesia menjadi nomor satu di dunia untuk sawit. Komoditas luar biasa dan bahan energi baru terbarukan,” ujarnya. 

Dia mengakui, sawit sering dihadapkan dengan masalah kerusakan lingkungan. Namun, sebutan itu, diyakininya masih sangat bisa diperdebatkan.

“Tudingan dari Eropa yang mengaitkan sawit dengan lingkungan sebenarnya tidak cukup kuat karena kalau dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak sawit itu yang terbaik sebenarnya,” tegasnya.

Piter Abdullah mengatakan, untuk menghasilkan jumlah minyak nabati yang sama, luas lahan yang dibutuhkan sawit jauh lebih kecil dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

“Selain itu, tanaman sawit bisa tumbuh puluhan tahun, sedangkan bunga matahari dan minyak nabati lain umumnya berumur pendek atau tanaman musiman. Jadi kalau masalah ramah lingkungan atau tidak itu sangat perlu diperdebatkan lagi,” paparnya.    

Sebelumnya, PTPN Group resmi membentuk sub holding PalmCo dari penggabungan unit bisnis sawit 13 PTPN pada Jumat tanggal 1 Desember 2023, Jumat (1/12/2023). PalmCo diharapkan menjadi perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600 ribu hektare pada 2026 dan akan menjadi pemain utama industri sawit dunia. 

Sehingga, PTPN dipercaya mampu berkontribusi meningkatkan produksi CPO nasional dan minyak goreng dalam negeri. Dimana salah satu inisiatifnya adalah melalui dukungan atas 60 ribu Hektar Peremajaan Sawit Rakyat di Indonesia. PTPN sendiri memperkirakan, produksi minyak gorengnya akan meningkat dari 460.000 ton/tahun di 2021 menjadi 1,8 juta ton/tahun (4 kali lipat) di 2026. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement