REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) yang juga calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan tugas Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memeriksa lebih lanjut terkait adanya temuan transaksi janggal partai politik. Tegasnya, temuan tersebut haruslah diperiksa.
"Harus diperiksa, harus diperiksa. Karena apa? karena PPATK itu dibentuk dulu oleh undang-undang memang untuk menyelidiki hal-hal yang seperti itu sebagai instrumen hukum," ujar Mahfud di Gedung Oikumene, Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Temuan PPATK tersebut juga harus diperiksa lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk pelibatan kepolisian jika benar adanya tindak pidana dalam temuan transaksi janggal tersebut.
"Itu kan resminya ke bendahara parpol, terus ke mana, dan bagaimananya, dan dari mananya kan itu penting. Kalau itu terkait pencucian uang itu bisa menjadi kasus yang serius, jadi biar saja diperiksa dan PPATK itu kredibel," ujar Mahfud.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal dana kampanye pemilu 2024 di partai politik agar diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.
Jokowi pun berpesan agar penegak hukum memproses temuan tersebut dengan benar. "Ya semua harus mengikuti aturan yang ada. Sudah," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut laporan transaksi mencurigakan ke PPATK naik 100 persen, yang beberapa di antaranya diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan kampanye Pemilu 2024. Hal ini disampaikannya selepas menghadiri acara "Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara" di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Dalam kesempatan sama, Ivan juga menyinggung beberapa kegiatan kampanye yang dananya tidak dari rekening khusus dana kampanye (RKDK) karena PPATK mengamati tidak ada catatan transaksi yang bersumber dari RKDK dari beberapa kegiatan kampanye.
"Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu dari mana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye," kata Ivan.
PPATK menduga ada dana-dana kampanye yang bersumber dari tambang ilegal, yang nilainya diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Karena itu, Ivan menegaskan PPATK berkomitmen terus mengawasi transaksi-transaksi keuangan yang berkaitan dengan pemilu.
Adapun berdasarkan data 2022, sepanjang periode 2016 sampai 2021 PPATK telah membuat 297 hasil analisis yang melibatkan 1.315 entitas yang diduga melakukan tindak pidana dengan nilai mencapai Rp 38 triliun. PPATK juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan nilai potensi transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp 221 triliun