REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan Indonesia memiliki sumber daya genetik yang melimpah sebagai bahan baku bioprospeksi yang potensial untuk mendongkrak ekonomi nasional.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Satyawan Pudyatmoko dalam keterangannya di Jakarta, mengatakan, bioprospeksi yang berasal dari kata biodiversitas dan prospeksi merupakan upaya untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi. "Ini merupakan peluang besar melalui konsep bahwa Indonesia sebagai negara yang memegang hak milik atas keanekaragaman hayatinya, memiliki bahan negosiasi dengan negara yang maju dalam industri farmasi, obat, kosmetik, dan lain-lain," kata Satyawan.
Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor: P.02/MenLHK/Setjen/Kum.1/1/2018 disebutkan, bioprospeksi yaitu kegiatan eksplorasi, ekstraksi, dan penapisan sumberdaya alam hayati untuk pemanfaatan secara komersial baik dari sumber daya genetik, spesies, dan atau biokimia beserta turunannya.
Potensi pemanfaatan sumber daya genetik Indonesia selaras dengan pasar dunia yang menjanjikan karena sekitar 40 persen-50 persen obat yang beredar di pasar menggunakan produk alam. Kemudian, 10 dari 25 dari produk farmasi mengandung bahan baku alami.
Satyawan menuturkan, pemanfaatan sumber daya genetik untuk bioprospeksi tidak dapat dipisahkan dengan penelitian. Karena diawali dengan penelitian dan biasanya industri menggandeng lembaga riset untuk penelitian dan pengembangan produk.
Tahapan bioprospeksi biasanya dimulai dari tahapan eksplorasi, penelitian, pengujian, penyediaan bahan baku, produksi hingga promosi. Beberapa contoh bioprospeksi yang berasal dari kawasan konservasi, di antaranya senyawa anti kanker dari Bajakah (Spatholobus littoralis) di BKSDA Kalteng; bahan baku kosmetik dari Jernang (Daemonorops draco) di Balai Taman Nasional (BTN) Bukit Dua Belas; kecantikan dan kosmetik berupa heels cream dari spesies Climedia hirta di BTN Gunung Merapi.
Selanjutnya, bahan baku jamu, anti bakteri dari kedawung (Parkia moriana) di BTN Meru Betiri; senyawa anti kanker dari Candidaspongia (Candidaspongia spp) di BBKSDA Nusa Tenggara Timur; dan anti-frost dari bakteri PGMJ (Parkia timoriana) di BTN Gunung Ciremai.
KLHK memiliki empat langkah untuk mengoptimalkan potensi bioprospeksi yang dimiliki oleh Indonesia. Pertama, identifikasi potensi Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional yang berkaitan dengan bioprospeksi. Kedua, implementasi dan fasilitasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap hasil bioprospeksi.
Ketiga, penguatan regulasi pemanfaatan sumber daya genetik secara komersial termasuk mekanisme pembagian keuntungan yang berkeadilan atas pemanfaatan sumber daya genetik. Keempat, membangun mekanisme pendanaan berkelanjutan atas pemanfaatan bioprospeksi.