REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) sepanjang 2023, telah melakukan penghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif (restoratif justice) sebanyak 2.407 kasus. Kejagung juga sudah membentuk rumah restorative justice ataupun rumah rehabilitasi.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum, Ketut Sumedana, saat menyampaikan paparan Kilas Balik Capaian Kinerja Kejaksaan RI . Sepanjang 2023, terkait restorative justice ini, ada 2.407 perkara disetujui dan 38 ditolak.
“Tak hanya itu, juga telah dibentuk 4.784 Rumah Restorative Justice dan 111 Balai Rehabilitasi,” kata Ketut dalam siaran pers, Ahad (1/1/2024).
Dipaparkan Ketut, sejak diterbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Jumlah perkara yang berhasil diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif sebanyak 4.443 perkara dengan rincian:
- 2020: 192 perkara disetujui dan 44 ditolak
- 2021: 388 perkara disetujui dan 34 ditolak
- 2022: 1.456 perkara disetujui dan 65 ditolak
- 2023: 2.407 perkara disetujui dan 38 ditolak
Selain masalah penyelesaian perkara dengen restorative justice, Ketut juga memaparkan capaian Kejagung dalam menangani tindak pidana umum. Menurut Ketut, selama Januari hingga Desember 2023, terdapat 160.553 perkara yang masuk Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) masuk di Bidang Tindak Pidana Umum.
Sebanyak 127.112 perkara masuk Tahap I, 119.162 berkas perkara dinyatakan lengkap, 117.880 perkara masuk Tahap II, 107.677 perkara sudah dilimpahkan kepada pengadilan dan sudah memperoleh putusan, 99.224 perkara sudah dilakukan tahap eksekusi. Lalu, 5.408 perkara masuk banding dan 3.045 perkara mengajukan kasasi