REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang tahun 2023, dunia mengalami suhu terpanas yang pernah tercatat. Dan ironisnya, tahun 2024 diprediksi akan menjadi lebih panas lagi karena pola iklim El Nino di Samudra Pasifik mencapai kekuatan penuh di atas pemanasan yang disebabkan oleh gas rumah kaca.
"Kita belum pernah mengalami El Nino super seperti ini dengan latar belakang pemanasan global," kata Adam Scaife dari Met Office, badan meteorologi nasional Inggris, seperti dilansir New Scientist, Kamis (4/1/2024).
Prakiraan Met Office untuk suhu global menunjukkan bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun yang memecahkan rekor lebih lanjut. Bahkan diperkirakan melebihi tahun 2023 yang menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Lonjakan suhu global yang diperkirakan akan terjadi dalam dua tahap ini, salah satunya dipicu oleh peristiwa El Nino yang menghangatkan Pasifik tropis. Adapun menurut Scaife, pendorong utama dari suhu yang memecahkan rekor ini adalah pemanasan yang disebabkan oleh manusia yang terus berlangsung sejak dimulainya Revolusi Industri.
Suhu rata-rata global diukur sebagai selisih antara tahun 1850-1900: proksi untuk Revolusi Industri. Suhu rata-rata global untuk tahun 2023 diperkirakan akan berada di bawah 1,5 derajat Celsius, tetapi perkiraan tahun depan menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa nilai 1,5 derajat Celsius atau lebih tidak dapat dikesampingkan.
Suhu rata-rata global untuk tahun 2024 diperkirakan akan berada di antara 1,34 derajat Celsius dan 1,58 derajat Celcius di atas rata-rata periode pra-industri (1850-1900). Ini menjadi tahun ke-11 secara berurutan di mana suhu akan mencapai setidaknya 1,0°C di atas tingkat pra-industri.
Dr Nick Dunstone dari Met Office, yang memimpin prakiraan tersebut, mengatakan bahwa perkiraan ini sejalan dengan tren pemanasan global yang sedang berlangsung sebesar 0,2 derajat Celsius per dekade, dan didorong oleh peristiwa El Nino yang signifikan.
“Oleh karena itu, kami memperkirakan akan ada dua tahun yang memecahkan rekor suhu global baru secara berurutan. Sangat penting untuk menyadari bahwa kenaikan suhu di atas 1,5 derajat Celsius untuk sementara waktu tidak berarti pelanggaran terhadap Perjanjian Paris. Namun, tahun pertama di atas 1,5 derajat Celsius tentu saja akan menjadi tonggak penting dalam sejarah iklim,” jelas dia.
Perjanjian Paris diterima secara luas untuk merujuk pada rata-rata jangka panjang sebesar 1,5 derajat Celsius, bukan pada satu tahun tertentu. Sebuah studi Met Office yang diterbitkan di jurnal Nature telah menyarankan sebuah cara untuk segera mengetahui kapan batas ambang Perjanjian Paris tercapai.
Sebelumnya, banyak bulan di tahun 2023 yang memecahkan rekor suhu global. Perkiraan WMO terbaru untuk tahun 2023 yang diamati (mencakup Januari-Oktober) adalah +1,40 derajat Celsius dan melebihi perkiraan Met Office yang dikeluarkan pada akhir tahun 2022 (1,08 derajat Celsius hingga 1,32 derajat Celcius dengan perkiraan pusat 1,20 derajat Celsius).
“Selain kejadian El Nino, kita memiliki anomali suhu tinggi di Atlantik Utara dan Samudra Selatan dan bersama dengan perubahan iklim, faktor-faktor ini menyebabkan suhu global yang ekstrem,” kata Scaife menyimpulkan.