Jumat 05 Jan 2024 16:43 WIB

Pakar Sebut Vape Lebih Bikin Kecanduan Ketimbang Rokok

Vape menggunakan perasa yang menimbulkan rasa nikmat.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi vape, rokok elektrik.
Foto: www.freepik.com
Ilustrasi vape, rokok elektrik.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi Universitas Airlangga (Unair) Arief Bakhtiar sependapat dengan World Health Organization (WHO) yang menyerukan agar semua negara di dunia melarang penggunaan rokok elektrik (vape), dengan segala rasanya. Arief menyatakan, meski dianggap lebih aman daripada rokok konvensional, nyatanya vape sama-sama menimbulkan dampak kerusakan dan peradangan pada paru-paru.

"Meskipun bergantinya asap ke uap dinilai lebih aman, namun organ paru-paru tidak dapat toleransi akan hal tersebut. Lama kelamaan juga akan menimbulkan kerusakan bagi tubuh manusia," ujarnya, Jumat (5/1/2024).

Baca Juga

Arief mengakui belum adanya penelitian mendalam mengenai dampak yang ditimbulkan oleh vape. Namun, kata dia, pernah dilakukan penelitian dan riset kecil-kecilan di Indonesia terkait dampak vape bagi organ paru-paru. 

Penelitian tersebut menggunakan tikus sebagai media untuk membuktikan dampak asap rokok konvensional dan asap vape. Keduanya menunjukkan bahwa sama-sama menimbulkan kerusakan dan peradangan pada paru-paru tikus.

"Meskipun belum ada penelitian yang mendalam, ada baiknya kita untuk mengurangi penggunaan rokok konvensional maupun vape. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati," kata dia.

Selain itu, kata Arief, penggunaan vape nyatanya menimbulkan kecanduan yang lebih tinggi daripada rokok konvensional. Pasalnya, vape menggunakan perasa yang menimbulkan rasa nikmat dan kecanduan bagi penggunanya. Meskipun, kadar nikotin yang ada pada vape dianggap lebih sedikit dibanding rokok konvensional.

"Untuk dapat dikatakan orang tersebut kecanduan tidak ada kadar atau tingkatan tertentu. Jika sekali seseorang merasakan nikotin berapa persen pun akan memiliki kecenderungan kecanduan," ucapnya.

Menurut Arief, salah satu yang rentan mengalami risiko kecanduan vape adalah kalangan anak muda. Umumnya, di usia muda mereka memiliki tingkat penasaran yang tinggi, sehingga tertarik untuk mencicipi rokok ataupun vape.

"Saya harap dengan pernyataan WHO ini menyadarkan para masyarakat dan anak muda untuk memperhatikan kesehatan paru-paru. Kuatkan tekad untuk menjadi pribadi yang melek kesehatan paru-paru," kata Arief.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement