REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Guru laki-laki salah satu sekolah dasar (SD) swasta di Kota Yogyakarta berinisial NB (22 tahun) yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap siswa sudah dinonaktifkan pihak sekolah. Guru mata pelajaran content creator tersebut diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 15 anak kelas 6 SD.
Kasus dugaan kekerasan seksual tersebut pun dilaporkan ke Sat Reskrim Polresta Yogyakarta oleh kepala sekolah SD yang bersangkutan didampingi kuasa hukum pada Senin (8/1/2024) kemarin. Kuasa hukum kepala sekolah, Elna Febi Astuti mengatakan bahwa guru tersebut sudah dinonaktifkan sejak 2023.
"Status guru sudah dinonaktifkan sejak November (2023)," kata Elna di Mapolresta Yogyakarta.
Guru tersebut dinonaktifkan sejak dilakukan penyelidikan internal oleh pihak sekolah perihal dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh belasan siswa kelas 6. Penyelidikan internal dilakukan setelah adanya keluhan dari siswa kepada wali kelas.
Masing-masing siswa pun diminta untuk mencatat keluhannya, dan dilaporkan kepada kepala sekolah. Setelah itu dilakukan penyelidikan internal, dan dari kepala sekolah memutuskan untuk mengambil jalur hukum dengan melaporkan ke polisi.
"Sejak penyelidikan (internal oleh sekolah) disetop dulu, proses belajar mengajarnya oleh guru ini disetop dulu," ucap Elna.
Belasan siswa SD tersebut diduga mengalami kekerasan seksual yang sudah terjadi sejak Agustus hingga Oktober 2023. Elna menuturkan bahwa diduga korban yang merupakan anak kelas 6 SD terdiri dari laki-laki maupun perempuan.
"Jumlah siswanya (yang diduga mengalami kekerasan seksual) 15 orang, umur 11 sampai 12 tahun, kelas 6 SD. Korbannya perempuan dan laki-laki," jelasnya.
Kekerasan yang dialami siswa tidak hanya kekerasan seksual. Namun, Elna menyebut bahwa siswa juga mengalami kekerasan fisik berdasarkan penyelidikan internal yang dilakukan pihak sekolah.
"Pihak sekolah melakukan penyelidikan internal dan ditemukan beberapa perlakuan kejadian seperti dipegang kemaluannya. Kekerasan tidak hanya seksual, tapi juga kekerasan fisik seperti diberikan pisau di leher dan paha, berupa ancaman dielus-elus dengan pisau, dipegang pahanya," ungkapnya.
Bahkan, diduga korban juga dipengaruhi oleh terduga pelaku dengan menonton video dewasa. Termasuk diajarkan cara melakukan open booking out (BO) di aplikasi.
"Jadi seperti dia (terduga pelaku) me-lead anak-anak itu untuk melihat video (dewasa), menggiring, dan mempengaruhi," jelasnya.