Kamis 11 Jan 2024 17:30 WIB

Menghina Pendukung Capres yang Berbeda Pilihan, Bolehkah? Begini Penjelasannya

Menghina capres yang beda pilihan rusak iklim demokrasi.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan) beradu gagasan dengan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (tengah) saat debat capres di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (7/1/2024). Debat ketiga Pilpres 2024 yang diikuti oleh ketiga kandidat calon presiden tersebut bertema pertahanan, keamanan, geopolitik, hubungan internasional dan politik luar negeri.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan) beradu gagasan dengan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (tengah) saat debat capres di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (7/1/2024). Debat ketiga Pilpres 2024 yang diikuti oleh ketiga kandidat calon presiden tersebut bertema pertahanan, keamanan, geopolitik, hubungan internasional dan politik luar negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Bidang Kerukunan Umat Beragama Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII), Ustaz Ahmad Zuhdi menyampaikan, Indonesia merupakan negara besar dan luas dengan kekayaan alam (natural resources) yang melimpah.

Tidak dapat dipungkiri, Indonesia menjadi target bagi negara-negara yang ingin menguasai sumber daya alam di bumi pertiwi. Mencermati tantangan tersebut, ditambah dengan kompleksitas masalah global, nasional, dan regional, dibutuhkan pemimpin yang kuat (strong leadership), bukan pemimpin yang lemah dan tidak mempunyai gagasan.

Baca Juga

Ustaz Zuhdi mengatakan, maka untuk menguji gagasan tersebut, debat antar kandidat capres-cawapres dalam rangkaian pemilu merupakan prasayarat sebelum pemilu digelar. Debat menjadi sarana masyarakat untuk mengetahui gagasan, roadmap, dan terobosan-terobosan yang akan dilakukan para kandidat jika mendapatkan amanah menahkodai bangsa Indonesia. Debat juga menjadi edukasi untuk memantapkan preferensi masyarakat dalam menentukan pilihannya.

"Hanya saja, debat yang awalnya bertujuan mencerdaskan dan mencerahkan, seringkali tercederai oleh narasi-narasi yang bernada sentimen, tendensius bahkan sarkasme. Fenomena ini juga terus berlanjut di luar ruang debat, termasuk di media sosial. Media sosial akhirnya dipenuhi oleh cacian, hujatan, dan cemoohan antar para pendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres)," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Kamis (11/1/2024).

Ustaz Zuhdi menambahkan, lebih parah lagi, hal tersebut berujung permusuhan sesama Muslim karena saling melontarkan kalimat-kalimat yang dapat merusak keharmonisan.

Padahal Allah SWT telah memberikan panduan dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11 agar setiap mukmin memelihara diri dari perbuatan-perbuatan yang berujung terhadap retaknya ukhuwah Islamiyah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ 

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim. (QS Al-Hujurat Ayat 11)

Ustaz Zuhdi menjelaskan, berdasarkan ayat tersebut, penghinaan merupakan salah satu sebab yang menimbulkan pertikaian. 

"Maka Allah melarang orang-orang beriman menghina orang lain, karena bisa jadi orang yang dihina lebih baik daripada orang yang menghina," ujar Ustaz Zuhdi yang juga Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persatuan Islam (Persis) DKI Jakarta.  

Cara Muslim Menyikapi Perbedaan 

Ustaz Zuhdi mengatakan, bagaimana cara seorang muslim menyikapi perbedaan sudut pandang dari debat yang dilakukan antar pasangan capres dan cawapres. Pertama, tentu dengan verifikasi. Banyak ayat dalam Alquran yang memerintahkan untuk melakukan verifikasi (tabayyun) terhadap sesuatu informasi yang belum dipastikan jelas kebenarannya. Misalnya dalam surat Al-Hujurat ayat enam, kemudian dalam An-Nisa ayat 94, dan lain-lain.

"Kedua, menilai sesuatu dengan kacamata ilmu. Bukan dengan kebencian, kedengkian apalagi sampai memprovokasi orang untuk ikut membenci, mencela, dan menjatuhkan kehormatan seseorang. Cukup firman Allah sebagai berikut menjadi pedoman untuk mengukur sesuatu berdasarkan ilmu," ujar Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama (KUB) Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا 

Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS Al-Isra: 36).

Ketiga, yaitu adil. Jangan sampai karena kebencian terhadap suatu individu, kelompok atau golongan menyebabkan seseorang berlaku tidak adil. Maka Islam sangat menganjurkan penganutnya untuk berbuat adil kepada siapapun, baik kepada kerabat, orang jauh bahkan musuh sekalipun. Sebab perbuatan adil lebih dekat kepada takwa. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah Ayat 8.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Ma'idah Ayat 8)

Keempat, yaitu azas manfaat. Jika informasi yang didapatkan bernilai manfaat dan memberikan maslahat, maka dapat disampaikan kembali kepada orang lain. Namun jika informasi tersebut tidak membawa manfaat bahkan dapat berujung terhadap mafsadat, maka cukup menahan diri untuk tidak menyebarkan informasi tersebut. 

"Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengingatkan kepada kita untuk menjadi orang yang bermanfaat, bukan orang yang ditakuti atau disegani. Khairunnas anfa'uhum lin-naas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain, hadits riwayat Thabrani," ujar Ustaz Zuhdi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement