REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rasulullah menikahi Sayyidah Aisyah di kala usianya belia. Namun, yang dilakukan Rasulullah ketika menikahi Sayyidah Aisyah bukan sebagaimana tudingan orientalis yang kerap menyebut Nabi dengan sebutan yang tak etis karena menikahi 'anak di bawah umur'.
Dalam buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Hussain Haikal disebutkan kisah yang berdasarkan beragam riwayat. Ketika dinikahi Nabi, Sayyidah Aisyah baru berusia 10 tahun-11 tahun. Sayyidah Aisyah kala itu merupakan seorang gadis yang lemah lembut dengan air muka yang manis dan sangat disukai dalam pergaulan.
Ketika itu ia sedang menjenjang remaja putri, mempunyai kegemaran bermain-main dan bersuka ria. Pertumbuhan tubuhnya pun baik sekali. Pertama kali ia pindah ke tempatnya yang sekarang di samping tempat Sauda di sisi masjid, ia melihat Nabi sebagai sesosok dengan karisma ayah yang penuh kasih-sayang, suami yang penuh cinta kasih.
Nabi bahkan tidak berkeberatan ikut bermain-main dengan barang-barang mainan milik Sayyidah Aisyah. Dengan itu, Sayyidah Aisyah telah menghibur Nabi dari pikiran-pikiran berat yang selalu menjadi beban beliau karena suasana politik Yastrib (Madinah) yang kini sudah mulai diarahkan dengan sebaik-baiknya.
Suasana usai hijrah
Usai hijrah ke Madinah, dakwah Nabi menjadi sangat terbuka. Umat Islam bebas menunaikan ibadah secara terang-terangan, dan umat agama lain pun diberikan kebebasan yang sama. Namun, di awal-awal masa transisi dari Makkah ke Madinah, dakwah dan politik Nabi bukan tanpa kendala.
Di masa-masa transisi dari Makkah ke Madinah, meski Nabi diterima dengan baik, namun bukan berarti tanpa riak. Ketika umat Islam sudah tidak mendapatkan gangguan dalam beribadah. Ketika itulah, Nabi Muhammad menyelesaikan perkawinannya dengan Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar.
Pernikahan itu sekaligus menjadi sebuah teladan bagaimana Rasulullah memperlakukan Sayyidah Aisyah. Seiring berjalannya waktu dan setelah seluruhnya telah diikat dalam Piagam Madinah, kondisi politik Madinah semakin terkendali dan menentramkan. Sayyidah Aisyah sebagai istri pun memiliki peran penting sebagai pelipur lara Nabi sekaligus 'kader' terbaik Islam yang cerdas berkat didikan Rasulullah.