REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan fokus Pemerintah Indonesia terhadap pengarusutamaan gender dalam angkatan kerja pada Annual Meeting World Economic Forum (WEF) 2024.
"Pemerintah Indonesia berfokus pada pengarusutamaan gender dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan penandaan anggaran atau budget tagging yang responsif gender dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengidentifikasi anggaran agar benar-benar memberikan dukungan terhadap penguatan gender. Menurut Sri Mulyani, penandaan penargetan gender sesuai anggaran telah diperkenalkan dan telah diterapkan pada 42 persen pemerintah daerah.
Sri Mulyani menilai partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia terbilang cukup stagnan. Hal tersebut disebabkan peluang yang masih kecil, baik di sisi suplai maupun permintaan.
Dari sisi suplai, ia mengungkapkan pemerintah perlu menggunakan instrumen fiskal, termasuk regulasi dan kebijakan untuk meningkatkan keterampilan perempuan dari hal yang paling mendasar. "Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia serta angka kematian bayi juga sangat tinggi. Hal ini perlu dibenahi dan kita mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk fasilitas kesehatan," ujar dia.
Di bidang pendidikan, pemerintah juga memberikan beasiswa dimana 52 persen penerima beasiswa tersebut adalah perempuan.
Selain itu, pemerintah juga menyediakan program jaring pengaman sosial yang berbasis gender, seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan tunai tersebut diberikan kepada kepala keluarga yang mayoritas perempuan agar dapat digunakan untuk memenuhi gizi keluarga dan anak-anaknya.
"Kami juga memperkenalkan akses permodalan yang cukup banyak. Kami memberikan akses melalui subsidi bunga, terutama bagi kelompok ultra mikro yang berjumlah lebih dari 7,5 juta orang, di mana 90 persen dipimpin oleh perempuan. Jadi, pada sisi suplai, perempuan akan diberdayakan dalam hal akses terhadap modal, keterampilan mereka sendiri, dan peluang," jelas Sri Mulyani.
Sementara dari sisi permintaan, ia menilai bukan hanya netralitas gender yang diberikan, tetapi afirmasi gender juga menjadi penting karena situasi yang dihadapi perempuan ketika bekerja berbeda dengan laki-laki.
Sri Mulyani melihat terdapat permasalahan mendasar yang dihadapi perempuan ketika bekerja, yaitu waktu yang dialokasikan untuk terus berkarir dan berkeluarga. Hal tersebut sangat perlu untuk segera diatasi.
Menurut dia, kebijakan dan regulasi yang memberikan kesempatan yang setara atau lebih afirmatif terhadap gender menjadi penting.
"Untuk itu, Kementerian Keuangan memperkenalkan cuti melahirkan, tempat laktasi, tempat penitipan anak sehingga kita mencegah perempuan melepas kariernya. Hal ini akan memungkinkan kita untuk memiliki lebih banyak perempuan pada posisi teratas," kata dia.